Selasa 20 Oct 2020 15:01 WIB

Laporan: China Siagakan Rudal, Invasi ke Taiwan Terbuka

China tingkat kekuatan militer di pantai sebelah tenggara yang terdekat dari Taiwan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Pesawat tempur China mengintimidasi Taiwan (ilustrasi),
Foto: EPA-EFE/TAIWAN MINISTRY OF DEFENSE
Pesawat tempur China mengintimidasi Taiwan (ilustrasi),

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Beijing dilaporkan tengah meningkatkan aktivitas militer di pantai tenggara untuk kemungkinan invasi ke Taiwan. Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) disebut telah menyiapkan ragam misil yang mereka punya.

Salah satu sumber militer yang berbasis di Beijing mengatakan, PLA telah mengerahkan rudal hipersonik DF-17 yang paling canggih ke daerah tersebut. "Rudal hipersonik DF-17 secara bertahap akan menggantikan DF-11 dan DF-15 lama yang dikerahkan di wilayah tenggara selama beberapa dekade," ujar sumber yang meminta namanya tidak disebutkan karena sensitivitas topik tersebut, dikutip laman South China Morning Post, belum lama ini.

Baca Juga

Rudal baru memiliki jangkauan yang lebih jauh dan mampu mencapai target dengan lebih akurat. DF-17 memiliki jangkauan maksimum 2.500 km (1.550 mil). Rudal itu tampil pertama kali di depan umum pada parade Hari Nasional 1 Oktober tahun lalu untuk menandai peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China.

Taiwan sendiri telah bergerak lebih dekat ke Amerika Serikat dan menandatangani serangkaian kesepakatan senjata, termasuk untuk rudal Patriot dan peningkatan jet F-16 Viper.

Menurut Andrei Chang, pemimpin redaksi Kanwa Defense Review yang berbasis di Kanada, gambar satelit menunjukkan bahwa pangkalan Korps Marinir dan Pasukan Roket di provinsi Fujian dan Guangdong telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir.

"Setiap brigade kekuatan roket di Fujian dan Guangdong sekarang dilengkapi sepenuhnya. Ukuran beberapa pangkalan rudal di komando Timur dan Selatan bahkan berlipat ganda dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan PLA sedang meningkatkan persiapan untuk perang yang menargetkan Taiwan," kata dia.

Chang mengatakan, satu pangkalan di sebuah kota di Guangdong, Puning, telah ditingkatkan dan sekarang menampung rudal balistik jenis baru. Namun, dia menolak untuk mengatakan jenis apa karena sensitivitas topik.

"Pangkalan rudal di Puning bertanggung jawab untuk menyerang Taiwan selatan, tetapi DF-11 dan DF-15 tidak memiliki jarak yang cukup jauh untuk terbang di atas Pegunungan Tengah untuk menghantam pangkalan udara pulau itu di Taitung dan Hualien (keduanya di Taiwan timur)," ujarnya.

Chang juga mengatakan PLA telah mengerahkan sistem pertahanan udara S-400 Triump buatan Rusia yang dapat mendeteksi dan menembak jatuh rudal, drone, dan jet dari jarak hingga 600 km untuk bertahan dari serangan apa pun oleh angkatan udara Taiwan. "Sistem radar S-400 sangat canggih dan mampu mencakup seluruh Taiwan," katanya.

Rudal itu mampu menembak pesawat militer Taiwan begitu mereka lepas landas. Pertahanan pesisir PLA juga mencakup 20 brigade angkatan udara, beberapa di antaranya dipersenjatai dengan pesawat tempur siluman pertama negara itu, J-20.

Sementara itu, Korps Marinir yang merupakan satu-satunya sayap angkatan bersenjata yang terus tumbuh selama perombakan ekstensif militer Presiden Xi Jinping, siap diterjunkan untuk memainkan peran kunci dalam setiap invasi. Sebanyak 10 dari 13 brigadirnya sekarang berbasis di sepanjang pantai tenggara.

Beijing telah berusaha untuk menjaga tekanan terhadap Taiwan dengan serangkaian latihan di sekitar pulau itu, termasuk latihan invasi skala besar akhir pekan lalu.

Pada Senin, pensiunan mayor jenderal Wang Zaixi, yang pernah memimpin organisasi semi-pemerintah daratan untuk mengelola hubungan dengan Taiwan, mengatakan bahwa latihan baru-baru ini belum pernah terjadi sebelumnya.

"Hingga hari ini, kemungkinan reunifikasi damai sangat kecil," katanya kepada situs berita China Guancha.cn. "Latihan militer tembakan langsung menunjukkan bahwa hanya selangkah lagi menuju pertempuran yang sebenarnya," ujarnya menambahkan.

Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri. Pemerintah China dengan keras telah berjanji untuk mengambil kembali, dengan kekerasan jika perlu.

Hubungan antara Beijing dan Taipei telah memburuk sejak Tsai Ing-wen dari DPP yang condong ke arah kemerdekaan terpilih sebagai presiden Taiwan pada 2016. Tsai menolak untuk menerima prinsip satu Cina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement