Selasa 20 Oct 2020 07:23 WIB

Meski Ada Vaksin, Masker dan Cuci Tangan Tetap Dikenakan

Meski ada vaksin, bila tak ingin terpapar Covid kenakanlah taati protokol kesehatan

Rep: Anadolu Agnecy/ Red: Muhammad Subarkah
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Achmad Yurianto memberikan keterangan pers mengenai perkembangan vaksin COVID-19 di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (19/10/2020). Kementerian Kesehatan mengungkap tiga vaksin COVID-19 dari Sinovac, Sinopharm, dan Cansino asal China telah menyelesaikan uji klinis tahap III di beberapa negara dan rencananya di akhir November 2020 dapat dilakukan penyuntikan bagi 9,1 juta jiwa orang di Indonesia.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Achmad Yurianto memberikan keterangan pers mengenai perkembangan vaksin COVID-19 di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (19/10/2020). Kementerian Kesehatan mengungkap tiga vaksin COVID-19 dari Sinovac, Sinopharm, dan Cansino asal China telah menyelesaikan uji klinis tahap III di beberapa negara dan rencananya di akhir November 2020 dapat dilakukan penyuntikan bagi 9,1 juta jiwa orang di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan meminta masyarakat tidak menganggap bahwa vaksin Covid-19 akan mengakhiri pandemi. Sebab, meski nantinya vaksin telah ada dan disuntikan kepada masyarakat semua harus tetap menjalankan protokol kesehatan.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menuturkan protokol kesehatan masih harus tetap dijalankan apabila vaksin telah tersedia. 

“Vaksin tidak boleh dianggap sebagai penyelesai pandemi,” kata Yurianto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (19/10) seperti dilansir dari laman kantor berita Turki, Anadolu Agency.

“Persepsi kalau sudah ada vaksin lalu selamat tinggal masker dan protokol kesehatan, ini adalah persepsi yang salah,” lanjut dia.

Menurut Yurianto, vaksin memang dapat memberikan kekebalan sehingga orang yang terpapar virus tidak sakit. Namun tidak serta merta membebaskan dari kemungkinan terpapar.

Selain itu, orang yang telah divaksin masih berpeluang menularkan virus kepada orang-orang yang belum mendapat vaksin.

Dia melanjutkan, belum seluruh negara memiliki agenda vaksinasi sehingga penularan penyakit dari mobilitas manusia masih sangat mungkin terjadi.

Ada sejumlah vaksin yang kini dalam tahap pengembangan dan telah memasuki uji klinis tahap ketiga.

Indonesia sendiri menargetkan untuk memvaksinasi 9,1 juta orang mulai November 2020, jika Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan otorisasi penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA).

Program vaksinasi tersebut menggunakan kandidat vaksin dari tiga perusahaan farmasi asal China yakni Sinovac Biotech, Sinopharm, dan Cansino.

Indonesia telah mendapatkan komitmen 18,1 juta dosis vaksin dari China pada November-Desember 2020 ini.

Ketiga kandidat vaksin tersebut telah melewati uji klinis tahap ketiga di berbagai negara antara lain Brazil, Turki, dan Uni Emirat Arab.

Di Indonesia, kandidat vaksin dari Sinovac masih dalam tahap uji klinis tahap ketiga dan akan rampung pada Maret 2020.

Indonesia sendiri membutuhkan 320 juta dosis vaksin untuk 160 juta orang untuk dapat mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Jumlah ini setara dengan 70 persen populasi di Indonesia.

Pemerintah telah mendapat komitmen dari Sinovac dan perusahaan farmasi Inggris, AstraZeneca untuk menyuplai vaksin pada 2021.

Meski demikian, Yurianto mengatakan belum diketahui berapa lama kandidat vaksin ini dapat memberikan daya kekebalan terhadap virus SARS-CoV-2.

“Kita belum punya data berapa lama vaksin Covid-19 ini menimbulkan kekebalan, tapi secara teori ada yang bilang enam bulan sampai 24 bulan,” ujar Yurianto.

Sementara itu, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan penyuntikan vaksin berdasarkan emergency use authorization sebelum uji klinis rampung berarti memaparkan manusia pada risiko yang signifikan.

Dia meminta pemerintah memastikan bahwa vaksin dapat membantu mencegah penyakit dengan data yang jelas, setidaknya untuk keamanan jangka pendek.

Pasalnya, tingkat uji klinis vaksin untuk penyakit infeksi hanya memiliki tingkat keberhasilan 33,4 persen.

“Artinya sebagian besar vaksin yang masuk ke tahap uji klinis akan gagal. Tidak ada pengecualian untuk vaksin Covid-19,” ujar Dicky.

“Sebelum menyelesaikan uji klinis vaksin tahap ketiga, kita tidak akan memiliki keyakinan penuh atas keamanan dan efektivitas vaksin,” lanjut dia.

Indonesia sejauh ini telah mengonfirmasi 365.240 kasus Covid-19, dengan 289.243 kasus sembuh dan 12.617 orang meninggal.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement