Sabtu 17 Oct 2020 08:18 WIB

Prancis Anggap Pembunuhan Guru Aksi Terorisme

Sebelum dibunuh guru tunjukkan kartu Nabi Muhammad ke muridnya.

Kepolisian Prancis berjaga saat Presiden Prancis Emmanuel Macron meninggal sekolah menengah di Conflans Saint-Honorine, 30 km dari Paris, Jumat (16/10) waktu Prancis, setelah seorang guru disebut dipenggal oleh seseorang yang telah ditembak mati polisi.
Foto: EPA
Kepolisian Prancis berjaga saat Presiden Prancis Emmanuel Macron meninggal sekolah menengah di Conflans Saint-Honorine, 30 km dari Paris, Jumat (16/10) waktu Prancis, setelah seorang guru disebut dipenggal oleh seseorang yang telah ditembak mati polisi.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Seorang pria bersenjata pisau pada hari Jumat membunuh seorang guru sejarah sekolah menengah dengan menggorok lehernya di depan sekolah tempat di mengajar yang terletak di pinggiran kota Paris, kata polisi. Serangan tersebut dianggap sebagai aksi terorisme.

Penyerang ditembak mati oleh polisi yang sedang melakukan patroli tidak jauh dari situ. Guru tersebut menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya di kelas, yang dianggap oleh umat Islam sebagai penghujatan, menurut sumber polisi.

Baca Juga

Jaksa anti-teror Prancis mengatakan sedang menyelidiki serangan itu, yang terjadi di Conflans Sainte-Honorine, di barat laut Paris. Presiden Emmanuel Macron tiba di tempat kejadian pada Jumat malam.

Penyiar Prancis BFMTV melaporkan bahwa tersangka penyerang berusia 18 tahun dan lahir di Moskow. Insiden itu menggemakan serangan lima tahun lalu di kantor majalah satir Charlie Hebdo yang menerbitkan karikatur Nabi Muhammad.

Penerbitan karikatur Nabi Muhammad itu menimbulkan masalah di masyarakat Prancis. Kurang dari sebulan yang lalu, seorang pria asal Pakistan menggunakan pisau daging untuk menyerang dan melukai dua orang yang sedang merokok di luar kantor tempat Charlie Hebdo bermarkas pada saat serangan 2015.

Dalam penyerangan hari Jumat, sumber polisi mengatakan bahwa saksi mendengar penyerang berteriak "Allahu Akbar", atau "Tuhan Yang Maha Besar". Seorang juru bicara polisi mengatakan bahwa informasi itu sedang diperiksa.

Sumber polisi lain juga mengatakan bahwa korban dipenggal dalam serangan itu, tetapi hal ini belum dikonfirmasi. Serangan itu terjadi di jalan depan sekolah menengah tempat korban bekerja.

Prancis diserang

"Malam ini, Prancis diserang, seorang guru dibunuh secara keji," tulis Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer di akun Twitter miliknya. "Persatuan kami dan tekad kami adalah satu-satunya respons kami atas aksi terorisme itu."

Sebuah utas Twitter yang dikirim pada 9 Oktober berisi tuduhan bahwa seorang guru sejarah di Conflans Sainte-Honorine menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya. Utas itu berisi video seorang pria yang mengatakan putrinya, seorang Muslim, adalah salah satu murid di kelas itu. Dia terkejut dan kesal dengan tindakan gurunya.

Pria dalam video tersebut mendesak pengguna Twitter untuk mengadu kepada pihak berwenang. Reuters tidak dapat memverifikasi keaslian video tersebut secara independen.

Gugus tugas

Menteri Dalam Negeri Prancis Gerard Darmanin mengatakan dia telah membentuk gugus tugas untuk menangani serangan hari Jumat. Prancis selama beberapa tahun terakhir mengalami serangkaian serangan kekerasan oleh militan Islam, termasuk pembunuhan Charlie Hebdo 2015, dan pemboman serta penembakan pada November 2015 di teater Bataclan dan lokasi-lokasi di sekitar Paris yang menewaskan 130 orang itu.

Masalah kartun itu dihidupkan kembali bulan lalu ketika Charlie Hebdo memutuskan untuk menerbitkannya kembali. Alqaeda, kelompok militan Islam yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut, mengancam akan menyerang Charlie Hebdo lagi setelah menerbitkan ulang kartun tersebut.

Majalah itu mengatakan pada bulan lalu bahwa penerbitan kartun itu untuk menegaskan haknya atas kebebasan berekspresi, dan untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan diam oleh serangan kekerasan. Pendirian itu didukung oleh banyak politisi dan tokoh masyarakat Prancis terkemuka.

Dilansir dari Reuters, menanggapi serangan hari Jumat di luar sekolah, Charlie Hebdo menulis di akun Twitter-nya, "Intoleransi telah melewati ambang batas baru dan tampaknya tidak memberikan dasar apa pun dalam memaksakan terornya ke negara kita."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement