Jumat 16 Oct 2020 22:43 WIB

Dorong Ketahanan Pangan, PBNU: Jangan Anak Tirikan Petani

Pemerintah di level manapun harus memperhatikan petani.

Pemerintah di level manapun harus memperhatikan petani. Ilustrasi petani
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Pemerintah di level manapun harus memperhatikan petani. Ilustrasi petani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendorong kedaulatan petani di tengah Pandemi Covid-19. Kedaulatan petani sekaligus untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. 

Bagi PBNU, peran petani di dalam negeri dari masa ke masa telah berjasa besar dalam menyediakan pangan. Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof Dr Maksum Machfoedz, meminta petani di dalam negeri tidak lagi dianaktirikan sehingga nasibnya jauh dari kesejahteraan sejak zaman kemerdekaan. Padahal, peran mereka nyata-nyaa memakmurkan negeri.  

Baca Juga

“Intinya petani adalah the real heroes (pahlawan nyata) dalam penyediaan pangan nasional, khususnya selama pandemi ini. Karena itu, petani tidak boleh lagi dianaktirikan dalam pembangunan perekonomian nasional,” kata Prof  Maksum Machfoedz saat menjadi narasumber Diskusi Daring Hari Pangan Sedunia bertajuk ‘Mengantisipasi Krisis Pangan di Tengah Pandemi’ yang diselenggarakannya NU Online dan BRG RI, Jumat (16/10).    

Menurut guru besar Sosial Ekonomi Industri Pertanian UGM itu, di saat perekonomian lintas sektoral terpuruk di tengah pandemi Covid-19, pertanian di pedesaan merupakan satu-satunya sektor yang tetap tumbuh.   

“Sudah saatnya untuk para penyelenggara negara di tingkat mana pun untuk sadar karena selama ini menganaktirikan petani. Mereka (pemerintah) harus bersegera kembali ke pedesaan dan pertanian,” ujar Prof Maksum.   

Selama ini, jutaan petani di pedesaan pantas memperoleh apresiasi memadai. sebab semenjak tanam paksa, etiesche politiek, masa revolusi kemerdekaan, zaman HO, hingga krisis ekonomi mutakhir 1997, 2013, sampai 2020, petani yang selama ini dianggap sebagai investor gurem selalu menjadi juara di tengah krisis.     

Prof Maksum juga menyinggung UU Cipta Kerja yang semakin menghimpit petani dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 disebutkan bahwa ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama itu tidak dapat memenuhi kebutuhan.  

Namun, ketentuan tersebut direvisi dalam RUU Cipta Kerja menjadi, ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari produksi dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan. Para pakar menilai, revisi terhadap sejumlah pasal dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan jelas-jelas memberi ruang importasi pangan yang lebih luas.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement