Kamis 15 Oct 2020 18:04 WIB

Uni Eropa Sanksi Enam Pejabat Rusia atas Kasus Navalny

Sanksi untuk pejabat Rusia disetujui perwakilan 27 negara anggota Uni Eropa

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny.
Foto: AP
Tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa memberikan sanksi pada enam orang pejabat dan satu organisasi Rusia atas kasus serangan terhadap politisi oposisi Alexie Navalny. Aktivis anti-korupsi yang masih berada di Jerman itu diduga racun dengan racun saraf era Uni Soviet.

Langkah itu dilakukan satu hari setelah Menteri Luar Negeri Rusia mengancam akan membalas sanksi tersebut. Keputusan itu disetujui perwakilan 27 negara anggota Uni Eropa di Brussels.

Baca Juga

"Mengadopsi langkah-langkah restriktif yang terdiri dari larangan masuk ke Uni Eropa dan pembekuan aset bagi individu dan pembekuan aset bagi entitas," kata Uni Eropa dalam pernyataan mereka, Kamis (15/10).

Pada Senin (11/10) lalu, menteri-menteri luar negeri Uni Eropa sepakat untuk memberikan sanksi yang didorong oleh Jerman dan Prancis. Sanksi itu akan membekukan aset pihak terduga terlibat dalam serangan tersebut dan melarang mereka masuk ke Eropa.

Sanksi itu diberlakukan berdasarkan upaya Eropa melawan penggunaan senjata kimia. Pada 20 Agustus lalu, Navalny yang sangat vokal mengkritik pemerintahan Presiden Vladimir Putin tiba-tiba jatuh sakit dalam penerbangan domestik di Rusia.

Ia diterbangkan ke Jerman untuk dirawat selama dua hari dan menjalani proses pemulihan di sana. Tes laboratorium Organization for the Prohibition of Chemical Weapons pekan lalu mengkonfirmasi Navalny diracun dengan racun saraf Novichok.

Pada Rabu (14/10), Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan Jerman tidak berencana memberikan fakta Navalny memang diracun. Walaupun, hal itu diwajibkan oleh seluruh hukum.

"Kami meresponnya dengan cara yang sama, ini praktik diplomatik," katanya.

Padahal, satu hari sebelumnya Lavrov mengatakan Moskow mempertimbangkan memutus hubungan. Ia mengatakan mungkin akan 'berhenti berbicara dengan orang-orang di Barat yang bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri ini'.

"Dan tidak mengerti keharusan dialog yang saling menghormati," katanya.

Lavrov menyinggung secara khusus pernyataan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen baru-baru ini yang mengabaikan kemitraan dengan Rusia. Ia mengatakan skenario itu dapat dilakukan bila Uni Eropa menginginkannya.

"Rusia ingin memahami apakah mungkin untuk bisa berbisnis dengan Uni Eropa dengan kondisi yang sekarang ini," kata Lavrov pada konferensi kebijakan luar negeri yang dihadiri para pakar di Moskow. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement