Kamis 15 Oct 2020 11:28 WIB

Buruh Siapkan Aksi Lanjutan Tolak Pembahasan Aturan Turunan

Buruh tolak UU Cipta Kerja, sehingga tak mungkin juga menerima aturan turunannya.

Rep: Arief Satrio Nugroho/ Red: Andi Nur Aminah
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat buruh menolak adanya pembahasan aturan turunan Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Sebagaimana diketahui, Draf UU Ciptaker telah diserahkan ke Presiden Joko Widodo pada Rabu (14/9) kemarin. "Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja, dengan demikian tidak mungkin juga menerima peraturan turunannya, apalagi terlibat membahasnya. Buruh merasa dikhianati oleh DPR RI," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (15/10).

Said Iqbal mengingatkan, sejak awal pembahasan RUU Ciptaker, buruh sudah berulang kali mencoba melibatkan diri dalam pembahasan RUU Ciptaker di DPR. Serikat buruh sudah menyerahkan draft sandingan usulan buruh.

Baca Juga

Namun, kata Said Iqbal, aspirasi itu tidak dilanjutkan oleh DPR yang memilih ngebut menandatangani RUU Cipta Kerja, bahkan mengesahkannya pada 5 Oktober 2020 lalu. "Tidak benar apa yang dikatakan DPR RI bahwa 80% usulan buruh sudah diadopsi dalam UU Cipta Kerja," kata dia.

Said Iqbal pun menyatakan, buruh tengah mempersiapkan aksi lanjutan secara terukur terarah dan konstitusional. Aksi itu di antaranya judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk uji formil dan uji Materiil.

Serikat buruh juga meminta legislative review ke DPR RI. Di samping itu, serikat buruh juga akan melakukan dan sosialisasi kampanye tentang isi dan alasan penolakan omnibus law UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh.

Sementara itu, Koordinator Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menegaskan bahwa Fraksi Rakyat Indonesia akan menggelar aksi pada 20 hingga 22 Oktober 2020 mendatang. Ia menyatakan belum ada rencana menempuh jalur MK. Sebab ia menilai, DPR sendiri sudah tidak menempuh jalur hukum saat membuat UU Cipta Kerja.

"Bukan rahasia lagi undang-undang yang keliru bahkan tidak mematuhi aturan hukum dipaksakan. Kaum buruh dan rakyat harus membangun persatuan dan harus berjuang sekuatnya. Ini semakin menyakinkan di masa sulit ini memantabkan bahwa kekuasaan yang tak lagi bisa di percaya," kata Nining pada //Republika.co.id pada Kamis (15/10).

Sebelumnya, DPR RI telah mengantar draf UU Cipta Kerja ke Istana setelah draf itu mengalami bebeapa kali perubahan halaman pascapengesahan pada Senin (5/10) lalu. Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong pemerintah menggandeng masyarakat, terutama kelompok buruh, dalam membahas aturan turunan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.

“Kami mendorong pemerintah untuk menggandeng berbagai kelompok pekerja agar terlibat dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Keterlibatan pekerja dibutuhkan untuk memperinci UU Cipta Kerja,” kata Puan, Kamis (8/10) lalu.

Puan mengklaim, DPR RI akan mengawal untuk memastikan bahwa aturan turunan UU Cipta Kerja memberikan manfaat yang adil bagi semua pihak. Aturan turunan yang harus dibahas bersama buruh di antaranya adalah tentang pengupahan, tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan, tentang pekerja asing, serta tentang hubungan kerja dan waktu kerja. “DPR RI akan mengawal untuk memastikan aturan turunan UU Cipta Kerja memberikan manfaat yang adil bagi semua,” klaim Puan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement