Kamis 15 Oct 2020 00:30 WIB

JK: Semua Konflik Bisa Diselesaikan dengan Damai

Dalam kesepakatan damai, tidak boleh ada pihak yang direndahkan martabatnya.

Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla mengatakan semua konflik pada dasarnya bisa diselesaikan dengan jalan damai. Namun, setiap daerah konflik memiliki pendekatan berbeda untuk diselesaikan.

"Pada dasarnya, semua konflik itu bisa diselesaikan dengan jalur damai. Namun, untuk konflik Papua berbeda pendekatannya dengan di Aceh," kata JK dalam acara Focussed Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Rabu (14/10), dalam keterangan yang diterima di Jakarta.

Baca Juga

JK mengatakan setidaknya sejak masa kemerdekaan ada 15 konflik besar terjadi di Indonesia. Sebagian besar konflik tersebut diselesaikan melalui operasi militer.

"Selama Indonesia merdeka, kita telah mengalami 15 kali konflik yang besar, yang korbannya di atas 1.000 jiwa. Dari 15 konflik tersebut, 13 (di antaranya) kita selesaikan melalui operasi militer dan sisanya melalui jalur perdamaian," tutur-nya.

Sebagai inisiator perdamaian konflik di Aceh, JK mengatakan prinsip utama yang harus dipegang teguh dalam upaya perdamaian adalah strategi menang-menang atau win-win solusion. "Pada saat upaya damai Aceh, pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka) tidak pernah menyerahkan senjatanya ke pihak pemerintah, namun mereka potong sendiri menjadi dua bagian. Itu adalah upaya menjaga martabat pihak GAM," ucap Jk menjelaskan.

Artinya, dalam mencapai suatu kesepakatan damai tidak boleh ada pihak yang merasa kalah dan direndahkan martabatnya. "Aceh saja, yang keras begitu, bisa kita ajak berunding untuk damai," tukasnya.

Terkait penyelesaian konflik di Papua, JK menegaskan strateginya tidak bisa disamakan dengan upaya perdamaian di Aceh. Menurut JK, konflik Aceh dahulu memiliki satu garis komando yang jelas, sehingga pendekatannya diutamakan pada level atas.

"Berbeda halnya dengan kelompok bersenjata di Papua, ada banyak faksi di sana dan garis komando-nya tidak jelas. Antara satu kabupaten atau kampung lainnya tidak terhubung garis komando," katanya.

Perbedaan karakter tersebut bukan menjadi hambatan untuk menyelesaikan suatu konflik di daerah. "Bukan berarti itu tidak bisa diselesaikan, itu ada caranya, namun saya tidak akan beberkan secara terbuka," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement