Kamis 15 Oct 2020 05:09 WIB

Ini Strategi Investasi Jelang Pemilu AS

Investor bisa melakukan diversifikasi portofolio investasi sesuai profil risiko.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi Investasi
Foto: Pixabay
Ilustrasi Investasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Strategi terhadap investasi dibutuhkan bagi investor untuk menurunkan risiko investasi, mengingat ketidakpastian pasar masih cukup tinggi. Volatilitas pasar diprediksi akan meningkat akibat dari risiko geopolitik yakni pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada November mendatang.

Kondisi ekonomi global saat ini masuk tahap pemulihan setelah pada semester pertama tahun 2020 menghadapi pukulan yang berat akibat pandemi Covid-19. Dengan dilakukannya pelonggaran pembatasan wilayah dan pembukaan kembali bisnis, roda ekonomi sudah berangsur bergerak kembali.

Ekonomi domestik juga menunjukan pemulihan. Kementerian Keuangan pada akhir September lalu memproyeksikan ekonomi kuartal III masih terkontraksi sekitar minus 2,9 persen hingga minus 1,0 persen, walaupun masih terkontraksi namun sudah tidak sedalam kuartal II yang terkontraksi minus 5,32 persen yoy.

"Selain itu, pada kuartal III ini juga pemerintah Indonesia berusaha untuk memberikan stimulus mendorong ekonomi Indonesia bertumbuh positif dari sebelumnya," jelas CEO Mandiri Investasi Alvin Pattisahusiwa dalam acara Market Update online yang diadakan untuk nasabah Premier Banking Bank Commonwealth, Rabu (14/10).

Alvin menambahkan, risiko yang perlu dicermati investor pada kuartal terakhir di tahun 2020 ini adalah penyelenggaraan pemilu di AS. Menurut perusahaan jasa investasi AS Blackrock, volatilitas pasar saham, terutama di AS, cenderung meningkat mendekati penyelenggaraan pemilu AS.

Siapa presiden berikutnya yang akan terpilih dan partai apa yang akan menguasai Kongres di AS menambah ketidakpastian di pasar pada kuartal IV ini, di tengah kondisi global yang terdampak akibat pandemi.

Berdasarkan riset dari riset dari Morgan Stanley, pemerintahan (Presiden, Senat dan House) Amerika Serikat (AS) yang dikuasai oleh satu partai, cenderung akan memberikan dampak positif terhadap ekonomi AS, karena kemungkinan pemerintah AS akan membelanjakan anggaran negaranya secara agresif dan juga akan mendorong penguatan mata uang AS.

Sementara, pemerintahan yang terbagi dianggap kurang baik bagi ekonomi AS karena akan lebih banyak menghadapi tantangan dari oposisi, sehingga aliran dana kemungkinan dapat keluar dari AS menuju tempat investasi yang lebih menarik seperti emerging market.

Secara historis, menurut riset dari Barclays, kemenangan Partai Demokrat di AS direspons lebih negatif oleh pelaku pasar saham di AS dan mulai membaik enam bulan setelah pemilu.

"Dari sisi volatilitas, secara historis juga, volatilitas pasar saham lebih tinggi ketika partai Demokrat menduduki kursi presiden dan volatilitas menjadi lebih stabil dalam waktu 2-3 bulan pasca pemilihan," jelas Alvin.

Melihat kondisi ini, Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth Ivan Jaya menyarankan agar investor melakukan diversifikasi portofolio investasi sesuai dengan profil risiko masing- masing untuk menurunkan risiko terhadap investasi. Investor dapat memilih untuk diversikasi secara geografis alokasi investasi ke luar Indonesia melalui reksa dana saham offshore syariah. 

"Melalui reksa dana ini, investor dapat mendiversifikasi investasinya ke negara maju seperti AS, China, dan negara-negara Asia Pasifik lainnya,” kata Ivan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement