Rabu 14 Oct 2020 19:19 WIB

Sebagian Warga DKI Masih Takut, Lainnya tak Peduli Covid-19

Psikolog melihat warga DKI terbelah dalam merespons PSBB.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Reiny Dwinanda
Foto aerial kendaraan melintas di di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta, Ahad (11/10/2020). Warga DKI terbelah dalam dua kutub dalam merespons Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Foto aerial kendaraan melintas di di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta, Ahad (11/10/2020). Warga DKI terbelah dalam dua kutub dalam merespons Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Liza Marielly Djaprie mengungkap bahwa masyarakat DKI Jakarta merespons Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan dua reaksi berbeda. Hal itu disampaikannya dalam paparan hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) pada Rabu (14/10).

 

Baca Juga

Liza memantau, sebagian masyarakat masih ketakutan akan Covid-19 hingga amat mematuhi PSBB. Di lain sisi, lainnya sudah tak peduli lagi PSBB karena dianggap tak berarti apa-apa.

"Masyarakat ada yang mulai santai banget, ada yang masih butuh PSBB dan inginnya semua orang di rumah saja. Masyarakat jadinya terpecah dua," kata Liza dalam paparannya, Rabu (14/10).

Liza menjelaskan, tipe masyarakat yang abai PSBB muncul karena keresahan dalam dirinya. Tipe masyarakat ini memandang kehadiran PSBB tak memberi dampak signifikan bagi penyelesaian pandemi. Mereka juga terpaksa menerabas PSBB demi mengais rezeki.

"Ada orang enggak perlu PSBB karena karakter masyarakat kita rasa ingin tahu besar, guyuban, bisa merabas segala hal. Contoh, saat bom Sudirman orang malah pada datang, enggak takut bom susulan," ujar Liza.

Padahal, bagi yang mendukung PSBB, menurut Liza, ada yang mulai mengalami gangguan psikis, terutama peningkatan kecemasan. Mereka juga terganggu jiwanya karena PSBB berkepanjangan.

"Yang takut sudah mulai pada datang ke psikolog. Mereka takut kena Covid-19, sampai dampak kondisi isolasi. Untuk tipe orang sosial, sangat sulit ketika tak bisa kelola stres, insomnia berat, gemetaran efek kecemasan tinggi," sebut Liza.

Dalam survei KedaiKOPI, sebanyak 48,7 persen responden menilai PSBB tak efektif. Sedangkan 49,8 persen responden merasa PSBB berjalan efektif. Sisa responden menyatakan tidak tahu.

Survei dilakukan pada 8 hingga 10 Oktober 2020 dengan menggunakan telepon (telesurvei) kepada 803 responden yang merupakan pekerja/karyawan kantor di DKI Jakarta. Pemilihan kriteria pekerja kantor dilandaskan alasan mereka memiliki pengetahuan yang relatif sedang sampai tinggi tentang isu nasional dan perekonomian nasional.

Responden survei berasal dari panel survei Lembaga Survei KedaiKOPI dari Agustus 2018 – Agustus 2020 yang berjumlah 5.426 orang, dengan kriteria pekerja kantor di Jakarta dan berusia lebih dari 17 tahun. Tingkat respons (response rate) telesurvei adalah sebesar 14, persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement