Rabu 14 Oct 2020 17:21 WIB

Merger Bank Syariah Saat Pandemi Dinilai Tepat

Aksi merger meningkatkan kapasitas bank syariah yang selama pandemi berkinerja baik.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Penggabungan tiga bank umum syariah milik bank pelat merah oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tepat dilakukan di masa pandemi. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Arief Rosyid mengatakan kebijakan ini tepat dilakukan ketika pandemi Covid-19 masih belum mereda.
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Penggabungan tiga bank umum syariah milik bank pelat merah oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tepat dilakukan di masa pandemi. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Arief Rosyid mengatakan kebijakan ini tepat dilakukan ketika pandemi Covid-19 masih belum mereda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggabungan tiga bank umum syariah milik bank pelat merah oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tepat dilakukan di masa pandemi. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Arief Rosyid mengatakan kebijakan ini tepat dilakukan ketika pandemi Covid-19 masih belum mereda.

"Alasannya, di tengah pandemi Covid-19 terbuka lebar kesempatan Indonesia untuk mengambil momentum memajukan perekonomian nasional," katanya dalam keterangan pers, Rabu (14/10). 

Baca Juga

Aksi merger bisa meningkatkan kapasitas bank syariah yang selama pandemi tercatat memiliki kinerja baik dan di atas rata-rata industri perbankan nasional. Angin segar ini dinilai bisa membawa kemajuan ekonomi dan keuangan syariah, sekaligus ekonomi nasional.

Arief memandang merger juga merupakan bukti komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam mendorong kemajuan ekonomi syariah di Indonesia. Keberpihakan ini dilanjutkan oleh Menteri Erick Thohir yang menginisiasi langkah realisasi menuju penggabungan.

 

Potensi perbankan syariah sangat besar dan belum optimal digarap oleh para pelaku industri. Perlu bank syariah skala besar yang bisa menyerapnya dengan lebih cepat.

"Mengingat sekitar 70 persen kegiatan ekonomi dan keuangan syariah saat ini masih berpusat di perbankan syariah," kata Arief di Jakarta.

Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas juga menganggap merger bank-bank umum syariah milik negara memang harus segera diwujudkan. Agar gairah pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia bisa semakin kuat.

Langkah awal konsolidasi tiga bank umum syariah milik BUMN untuk menjadi satu bank syariah nasional terbesar di Tanah Air telah ditandai dengan penandatanganan Conditional Merger Agreement (CMA) Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN pada Senin (12/10) malam. CMA merger ditandatangani perwakilan tiga bank Himpunan Bank Negara (Himbara) yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk serta tiga bank syariah BUMN yakni PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah.

Berdasarkan data OJK hingga Juni 2020, nilai aset keuangan syariah di Indonesia mencapai Rp 1.608,50 triliun, tumbuh 20,45 persen secara tahunan (yoy). Nilai tersebut tidak termasuk saham syariah. Pada saat yang sama market share keuangan syariah berada di angka 9,63 persen.

Dalam industri perbankan syariah, saat ini terdapat 14 Bank Umum Syariah, 20 Unit Usaha Syariah, dan 162 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia. Nilai aset 196 bank syariah ini mencapai Rp 545,39 triliun per semester I 2020, naik 9,22 persen (yoy) atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan industri perbankan nasional yakni 1,2 persen (yoy).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement