Selasa 13 Oct 2020 16:48 WIB

Perbarindo:UMKM Butuh Pendampingan dan Modal Agar Naik Kelas

UMKM masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Sektor UMKM terdampak pandemi Covid-19
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Sektor UMKM terdampak pandemi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo) mengatakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak semata-mata hanya membutuhkan modal. Tetapi, menurut Perbarindo, komponen penting lain yang dibutuhkan adalah pendampingan agar UMKM naik kelas dan usaha mereka dapat berkembang baik.

"Peran BPR/BPRS (Bank Perkreditan Rakyat/Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) ini sangat penting karena sebenarnya usaha mikro itu di samping modal mereka perlu pendampingan capacity building (pembangunan kapasitas) bagi mereka karena kalau hanya modal tanpa capacity building yang baik maka modal itu akan juga hilang," kata Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto dalam seminar virtual Potret Lembaga Pembiayaan Mikro di Masa Pandemi Covid-19: Mitigasi dan Adaptasi, Jakarta, Selasa (13/10).

Baca Juga

Joko mengatakan dengan bantuan apapun yang diberikan kepada UMKM, jika tidak ada pengelolaan yang baik dan pendampingan maka bantuan tersebut hanya akan memberikan dampak jangka pendek. Sementara, UMKM perlu mendapatkan pelatihan dan pendampingan untuk membangun kapasitas yang lebih baik sehingga dapat menjalankan usaha dengan pengelolaan yang baik dan berkelanjutan.

UMKM juga diharapkan bisa memiliki daya saing yang lebih tinggi dan mampu naik kelas sehingga bisa masuk dalam persaingan global. Peranan UMKM terhadap perekonomian nasional sangat besar karena masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dengan menyumbang 60 persen produk domestik bruto (PDB) serta menyerap 97 persen tenaga kerja.

Joko menuturkan saat ini UMKM masih menghadapi berbagai kendala antara lain belum didukung dengan iklim usaha yang baik, 52,5 persen UMKM masih bersifat informal, kekurangan layanan finansial, UMKM belum produktif, kesulitan naik kelas, dan sulit menembus pasar global.

Dikatakannya, 46,7 persen UMKM didominasi sektor perdagangan, namun belum mampu menciptakan nilai tambah tinggi dan terlibat dalam mata rantai produksi sektor usaha menengah/besar , hanya 6,3 persen mampu masuk global value chain dibanding rata-rata Asia Tenggara sebesar 22 persen.

Usaha mikro terlalu mendominasi yakni dengan porsi 98,7 persen, dan proporsinya tidak berubah 10 tahun terakhir. Di Indonesia, terdapat 5.500 usaha skala besar, 60.702 usaha menengah, 783.132 usaha kecil, dan 63,5 juta usaha mikro (98,7 persen).

Ke depan, tambahnya, perlu didorong agar UMKM bisa naik kelas sehingga mengubah proporsi tersebut. Dengan potret UMKM di Indonesia dan peranannya yang besar terhadap perekonomian Indonesia maka perlu adanya upaya-upaya berkelanjutan lain dari yang sudah dilakukan atau terobosan baru untuk mendorong pemulihan UMKM di masa pandemi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement