Selasa 13 Oct 2020 15:01 WIB

Batik Asal Indramayu yang Menembus Pasar Dunia

Bisnis Batik Bintang Arut semakin berkembang sejak jadi mitra binaan Pertamina.

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Gita Amanda
Toko Batik Bintang Arut di Indramayu yang menjadi mitra binaan Pertamina.
Foto: Dok Pribadi
Toko Batik Bintang Arut di Indramayu yang menjadi mitra binaan Pertamina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Edy Handoko tidak menyangka, usaha batik yang merupakan warisan mertuanya bisa berkembang pesat. Bahkan, dapat dikatakan saat ini, hadirnya Batik Bintang Arut turut memberikan multipler effect bagi warga sekitar, karena menyediakan lapangan pekerjaan. Edy mengaku, sejak 2008 mulai meneruskan estafet bisnis orang tua istrinya yang selama ini memberikan penghidupan bagi keluarga dan para pekerja.

"Jadi sebelum kita sudah ada orang tua, cuma beda nama dan mitra. Tahun 2008 kita bikin sendiri, yang memang ujungnya meneruskan," kata Edy menceritakan perjalanan Batik Bintang Arut (Binar) kepada Republika, belum lama ini.

Baca Juga

Saat memulai usaha batik, Edy masih belum memiliki pegawai dan bisnis juga dikelola dengan manajemen konvensional. Beruntung tempat usahanya di Jalan Kopral Yahya Nomor 120, Kelurahan Paoman, Kecamatan Indramayu, berlokasi tidak jauh dari Pertamina Refinery Unit (RU) VI Balongan. Suatu ketika, Pertamina mencari mitra binaan yang menjadi bagian program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dengan tujuan mengajak pengusaha kecil untuk bisa berkembang.

Setelah melalui seleksi dan pemaparan konsep bisnis, menurut Edy, Pertamina tertarik untuk menggandeng Batik Bintang Arut. Kini, perajin batik yang bekerja di Batik Bintang Arut terdiri 10 pekerja perempuan dan empat laki-laki yang dapat menghasilkan 400 kain batik dalam sebulan dengan harga jual bervariasi. Menjadi mitra binaan jelas menguntungkan, lantaran mendapat permodalan, pelatihan bisnis, dan diberi akses memajang produk di sebuah pameran.

 

Edy pun mengaku, usaha yang digeluti bersama istrinya tersebut semakin berkembang dari tahun ke tahun. Semua itu, diakuinya, tidak lepas berkat keuntungan yang didapat menjadi mitra binaan Pertamina. "Dengan Pertamina, menurut saya CSR-nya paling stabil dan loyal selalu mengajak kalau ada pameran," kata Edy.

Yang membuat Batik Bintang Arut merasa cocok dengan perusahaan migas BUMN tersebut, menurut Edy, adalah ketika setiap mengikuti pameran di berbagai daerah tidak pernah rugi. Semua pengeluaran pameran ditanggung Pertamina. Selain itu, ia menganggap, setiap undangan ajakan pameran memang diniatkan untuk menambah relasi dan promosi agar usahanya semakin banyak diketahui banyak orang dan perusahaan lain. Kalau mau jujur, kata dia, sebenarnya jelas lebih enak ikut pameran di Jakarta atau Kota Bandung saja, yang tentu mendapatkan hasil penjualan besar dan uang banyak.

Namun, sambung dia, Pertamina bersikap adil dengan mengajaknya ikut berkeliling daerah supaya batik unggulan Indramayu populer di seluruh wilayah Indonesia sekaligus menyukseskan rangkaian acara. "Dulu hampir ke pelosok harus ikut. Dulu sempat pameran di Medan nggak laku dan nggak semua pameran laku. Kalau pertimbangan saya lebih mencari pengalaman. Intinya kita mengikuti CSR Pertamina tak untung buat kita, tapi untung untuk acara pameran dan masyarakat. Cara berpikirnya seperti itu," kata Edy.

Kini, pihaknya juga merambah penjualan di marketplace maupun toko daring dengan produk terbatas demi menjaga kebanggaan pembeli. Langkah itu dilakukan supaya penjualan Batik Bintang Arut tidak menurun saat pandemi Covid-19 menghantam perekonomian negeri ini. Sehingga, langkah inovasi diambilnya, dengan menyediakan motif batik yang sesuai selera pasar agar produk cepat laku. Belum lagi, Batik Bintang Arut juga memproduksi masker untuk dijual ke masyarakat, yang dapat menambah omzet penjualan.

Karena jalinan kedua belah pihak saling menguntungkan, Edy mengungkapkan, Pertamina akhirnya mengajaknya ikut pameran di Belanda pada 2012 dan di Irak pada 2016 selama sebulan. Mendapat pengalaman mengikuti pameran di luar negeri jelas merupakan kesempatan berharga yang belum tentu dapat dirasakan semua mitra binaan Pertamina. Beruntungnya, kata dia, Pertamina juga memberikan pelatihan kepadanya untuk menyiapkan produk yang sesuai dengan pasar tujuan.

Dari situ, wawasaan Edy semakin terbuka luas lantaran mendapati pasar batik di luar negeri berbeda dengan di Indonesia. Pun dalam mengelola bisnis juga menjadi semakin tajam dalam membaca kebutuhan pasar. "Kita belajar mengenal karakter orang sana, belajar mengelola UKM, dan selama di sana semuanya ditanggung. Belum lagi produk kita laku di sana. Yang penting sebenarnya bukan penjualannya laris, tapi pikiran kita open dengan orang luar," kata Edy menjelaskan manfaat ganda yang diperolehnya.

Edy melanjutkan, belajar dari pengalaman di Belanda dan Irak, ternyata batik buatan Indonesia sangat digemari di luar negeri. Hal itu sontak menyadarkannya. Secara kualitas bahan, sambung dia, batik yang diproduksi pekerjanya memiliki keunggulan. Dari pembeli yang datang ke pameran pula, ia akhirnya terus menjalin kontak dan bisa memasarkan produk ke berbagai negara.

"Kita jadi tahu karakter konsumen berbeda-beda, dan mengetahuinya. Kalau pun mau jualan di mana, harus disesuaikan dengan objek pembeli, tak bisa bikin produk yang kita suka, tapi di sana harus pelajari dulu jenis produk yang diinginkan," kata Edy.

Saat ini, pihaknya memiliki pelanggan tetap yang berasal dari Eropa, Jepang, China, Malaysia, dan Singapura. Bahkan, salah satu partnernya dari negeri Sakura pernah tiba-tiba datang ke rumahnya untuk melihat langsung usaha produksi batik yang dikelolanya. Ternyata mereka mengetahui Batik Bintang Arut dari berbagai pameran yang diselenggarakan Pertamina. Rekam jejak tempat usahanya yang menjadi mitra binaan membuat partner dari luar negeri lebih percaya.

Bahkan, saking banyaknya permintaan batik secara khusus, Edy mengaku, sempat tidak bisa memenuhi permintaan luar negeri. "Akhirnya ada orangnya ke Indonesia. Yang di Jepang, saya sampai kerja sama dengan dia. Dalam hal pembuatan dan pemasaran mereka lebih ahli, jadi kita mengikuti kepercayaan saja, jangan ambil atau rebut pasaran. Nah buktinya sampai sekarang masih berjalan," kata Edy.

Hanya saja, gara-gara pandemi memang permintaan batik untuk pasar Singapura dan Malaysia sempat berhenti. Karena dua negara jiran tersebut sempat lockdown, yang berimbas berhentinya penjualan Batik Bintang Arut ke Singapura dan Malaysia. Meski begitu, pihaknya tetap bersyukur lantaran bisnis yang digeluti tetap bisa stabil karena permintaan dari negara lain masih terus berdatangan. "Pembeli dari Malaysia dan Singapura, juga kangen untuk beli. Karena pandemi, jadi belum bisa."

Edy pun membocorkan kunci sukses Batik Bintang Arut bisa berjaya di dalam negeri dan meluaskan pasar ekspor. Menurut dia, dari berbagai pengalaman pameran dan interaksi dengan pembeli, batik produksinya dibuat dengan motif karakter unik. Jika ingin menyasar pasar Jepang misalnya, maka gambar batik identik dengan biru laut dan warna soft atau tidak mencolok.

Jika batik akan dijual ke orang Jerman maka gambarnya harus kaku dan lebih laku warna hitam. Pun ketika dijual ke Belanda, Singapura, dan Malaysia harus diidentifikasikan dengan karakter masyarakat setempat.

"Di Malaysia ada kategori pembeli kita, yaitu warga Muslim dan keturunan China. Kalau China suka gambar burung yang terkait dengan keberuntung, setahu saya begitu. Kalau warga Jepang suka gambar ikan paus," kata Edy. Dari situlah, ia merasa bisa memuaskan konsumen sehingga mereka tertarik membeli produk lagi di kemudian hari.

Go global

Batik merupakan salah satu warisan budaya nasional yang sudah diakui Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2009. Karena itu, PT Pertamina (Persero) sejak 1993 terus membina lebih 250 perajin batik berskala usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di berbagai wilayah Indonesia. Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman, menuturkan, pendampingan yang dilakukan Pertamina dengan tujuan agar mereka dapat naik kelas maupun menembus pasar dunia atau go global.

Fajriah menjelaskan, dukungan yang diberikan perusahaan bisa berupa pinjaman modal, yang kemudian menjadi mitra binaan. Dengan begitu, usahanya dapat meningkat agar dapat bersaing. “Kami berikan beberapa program, yang terdiri dari upskilling bidang keuangan, marketing, promosi, maupun kegiatan lain yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan,” kata Fajriah.

Dia mengatakan, Pertamina pada tahun ini, menganggarkan alokasi dana Rp 82,6 miliar untuk sektor industri kain, di mana batik ada di dalamnya. Sedangkan dana yang telah disalurkan kepada 254 perajin batik mitra binaan hingga kini akhir September 2020 tercatat sebesar Rp 10 miliar. Dengan bantuan itu, ditargetkan UMKM mitra binaan mampu memenuhi indikator supaya dapat naik kelas.

"Di antaranya mendapatkan izin usaha dan sertifikasi, serta penambahan omzet dan tenaga kerja. Tantangan itulah yang nantinya perlahan akan dihadapi para perajin. Dengan bantuan Pertamina, kami optimistis dapat menjadikan UMKM perajin batik binaan Pertamina menjadi naik kelas,” tutur Fajriyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement