Selasa 13 Oct 2020 10:37 WIB

AS Bergerak Jual Tiga Senjata ke Taiwan

Gedung Putih dikabarkan akan merealisasikan tiga penjualan senjata canggih ke Taiwan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Bendera Taiwan. Gedung Putih dikabarkan akan merealisasikan tiga penjualan senjata canggih ke Taiwan. Ilustrasi.
Foto: cnreviews.com
Bendera Taiwan. Gedung Putih dikabarkan akan merealisasikan tiga penjualan senjata canggih ke Taiwan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Gedung Putih dikabarkan akan merealisasikan tiga penjualan persenjataan canggih ke Taiwan, Senin (12/10) waktu setempat. Hal ini dikatakan oleh lima sumber yang mengetahui situasi tersebut dan mengabarkan bahwa dalam beberapa hari ini telah mengirimkan pemberitahuan tentang kesepakatan tersebut ke Kongres untuk persetujuan.

Langkah jelang pilpres AS ini kemungkinan akan membuat China geram lagi. Sebab China menganggap Taiwan sebagai provinsi pemberontak yang telah berjanji untuk bersatu kembali dengan China, dengan kekerasan jika perlu.

Baca Juga

Menurut para sumber, para pemimpin Senat Hubungan Luar Negeri dan komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan telah diinfokan bahwa tiga dari penjualan senjata yang direncanakan telah disetujui oleh Departemen Luar Negeri AS yang mengawasi Penjualan Militer Asing.

Pemberitahuan informal itu adalah untuk peluncur roket berbasis truk yang dibuat oleh Lockheed Martin Corp yang disebut Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS), rudal udara-ke-darat jarak jauh yang dibuat oleh Boeing Co disebut SLAM-ER, dan polong sensor eksternal untuk Jet F-16 yang memungkinkan transmisi citra dan data real-time dari pesawat kembali ke stasiun darat.

"Pemberitahuan untuk penjualan sistem persenjataan lain, termasuk drone udara besar dan canggih, rudal anti-kapal Harpoon berbasis darat, dan ranjau bawah air untuk mencegah pendaratan amfibi belum mencapai Capitol Hill, tetapi ini diharapkan segera," kata sumber itu.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS mengatakan tidak dapat mengomentari hal itu. "Sebagai masalah kebijakan, AS tidak mengonfirmasi atau mengomentari penjualan atau transfer pertahanan yang diusulkan sampai mereka secara resmi diberitahukan kepada Kongres," kata pernyataan Deplu AS.

Reuters menyampaikan berita pada September lalu, sebanyak tujuh sistem senjata utama sedang melalui proses ekspor AS ketika pemerintahan Trump meningkatkan tekanan terhadap China. Ketika diminta tanggapan atas berita ini, kedutaan besar China mendesak Washington untuk menghentikan penjualan senjata dan hubungan militer dengan Taiwan.

"Jangan sampai itu akan sangat merugikan hubungan China-AS dan perdamaian dan stabilitas lintas-Selat," demikian pernyataan Kedutaan besar China melalui surel.

"China secara konsisten dan tegas menentang penjualan senjata AS ke Taiwan dan memiliki tekad kuat dalam menegakkan kedaulatan dan keamanannya," ujar salah satu perwakilan kedutaan besar China dalam pernyataan yang dikirim melalui surel.

Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS dan Urusan Luar Negeri House of Representative AS memiliki hak untuk meninjau dan memblokir penjualan senjata di bawah proses peninjauan informal sebelum Deplu AS mengirimkan pemberitahuan resminya ke cabang legislatif.

Anggota parlemen, yang umumnya waspada dengan apa yang mereka anggap sebagai agresi China dan mendukung Taiwan, diharapkan tidak keberatan dengan penjualan senjata ke Taiwan.

Kantor perwakilan Taiwan di Washington mengatakan tidak akan memberikan komentar. Berita soal kemajuan penjualan senjata datang setelah para pejabat senior AS pekan lalu mengulangi seruan agar Taiwan membelanjakan lebih banyak untuk pertahanannya sendiri. Taiwan juga disarankan melakukan reformasi militer untuk menjelaskan kepada China risiko jika mencoba menyerang.

Hal itu terjadi pada saat China secara signifikan meningkatkan aktivitas militer di dekat Taiwan dan ketika hubungan AS-China telah jatuh ke titik terendah dalam beberapa dekade ketika pemilihan AS semakin dekat. Presiden Donald Trump dan penantang Demokratnya, Joe Biden, sama-sama berusaha tampil tangguh dalam pendekatan mereka ke Beijing.

Berbicara pada Rabu pekan lalu, penasihat keamanan nasional AS Robert O'Brien memperingatkan agar tidak ada upaya untuk merebut kembali Taiwan dengan paksa. Dia mengatakan pendaratan amfibi terkenal sulit dan ada banyak ambiguitas tentang bagaimana AS akan merespons.

AS dalam hal ini diwajibkan oleh undang-undang untuk memberi Taiwan sarana untuk membela diri. Namun belum dijelaskan apakah akan ada campur tangan secara militer jika terjadi serangan China. O'Brien mengatakan Taiwan perlu berinvestasi dalam berbagai kemampuan termasuk lebih banyak rudal jelajah pertahanan pesisir, ranjau laut, kapal serang cepat, artileri bergerak, dan aset pengawasan canggih.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement