Senin 12 Oct 2020 23:23 WIB

Jerman dan Prancis Desak Uni Eropa Beri Sanksi ke Rusia

Rusia dinilai bertanggung jawab atas peracunan Navalny.

Alexei Navalny
Foto: AP/Alexander Zemlianichenko
Alexei Navalny

REPUBLIKA.CO.ID, LUKSEMBURG -- Jerman dan Prancis, Senin, mendesak para anggota Uni Eropa (EU) lainnya agar mempertimbangkan pemberian sanksi untuk Pemerintah Rusia yang dicurigai meracuni pemimpin oposisi Moskow, Alexei Navalny.

Berlin dan Paris mengatakan mereka tidak mendapatkan penjelasan yang kredibel dari Moskow setelah Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) menemukan jejak Novichok, gas beracun yang menyerang sistem saraf (nerve agent) di tubuh Navalny.

Baca Juga

Novichok merupakan senjata yang kerap digunakan pada masa Uni Soviet. Namun sejak tahun lalu penggunaan gas tersebut dilarang sebagaimana disepakati oleh anggota OPCW. Rusia merupakan salah satu anggota aktif OPCW.

"(Pelanggaran terhadap perjanjian) ini tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa hukuman," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maassaat ia tiba di Luksemburg untuk menghadiri pertemuan bersama para menteri luar negeri anggota EU lainnya.

Sejumlah pemerintah negara-negara barat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengatakan Rusia harus bekerja sama membantu penyelidikan kasus Navalny atau Moskow akan menerima akibatnya jika tidak kooperatif. Navalny mengeluh sakit saat ia berada dalam pesawat di Siberia pada 20 Agustus 2020. Ia kemudian dibawa ke Berlin untuk dirawat.

"Prancis dan Jerman mengusulkan (EU, red) menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah orang tertentu yang terlibat dalam kasus ini," kata Maas tanpa memberi keterangan lebih lanjut.

Sejumlah diplomat mengatakan dua negara itu berencana mendesak EU agar menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pejabat intelijen militer Rusia. Tingkat kecepatan dua negara kuat Eropa itu, dalam menyetujui rencana memberikan sanksi, menunjukkan sikap diplomatik EU yang semakin keras terhadap Rusia.

Berbeda dari kasus serupa pada 2018, EU dulu butuh waktu hampir setahun untuk menyetujui pemberian sanksi terhadap Rusia. Saat itu, Rusia diyakini meracuni eks mata-matanya di Inggris dengan nerve agent.

Menteri Luar Negeri Austria Alexander Schallenbergmengatakan hubungan antara EU dan Rusia "tidak akan berjalan seperti biasa".

Austria merupakan salah satu anggota EU yang punya hubungan paling dekat dengan Rusia.

Schallenbergjuga mengatakan Moskow gagal menghapus kecurigaan banyak pihak mengenai penggunaan gas beracun yang mengancam nyawa Navalny.

"Hasil pemeriksaan terhadap beberapa sampel darah milik Navalny menunjukkan adanya jejak nerve agent yang masih satu jenis dengan Novichok," kata OPCW minggu lalu.

sumber : Reuters/antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement