Senin 12 Oct 2020 13:36 WIB

Wapres Keluarkan Pernyataan Terkait UU Ciptaker dan MUI

Wapres berharap ormas Islam menjaga harmoni antara ulama dan pemerintah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Wapres Keluarkan Pernyataan Soal UU Ciptaker dan Ormas Islam. Foto ilustrasi: Wapres KH Maruf Amin
Foto: KIP/Setwapres
Wapres Keluarkan Pernyataan Soal UU Ciptaker dan Ormas Islam. Foto ilustrasi: Wapres KH Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta Majelis Ulama Indonesia dan ormas Islam menjadi jembatan untuk menampung aspirasi masyarakat tentang Undang undang Cipta Kerja. Nantinya, aspirasi yang belum terakomodasi tentang UU tersebut disampaikan ke Pemerintah.

Ma'ruf berharap, ormas ormas Islam turut berperan dalam menjaga harmoni dan hubungan baik antara Ulama dan Umara (pemerintah).

Baca Juga

"MUI bersama ormas-ormas Islam diharapkan dapat menjadi jembatan untuk menampung aspirasi masyarakat untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah secara konstruktif serta dengan cara yang baik," ujar Ma'ruf saat memberi sambutan di pembukaan Pra Ijtima Sanawi Dewan Pengawas Syariah (DPS) se-Indonesia 2020, secara daring, Senin (12/10).

Namun demikian, sebelum hal itu dilakukan, MUI dan ormas-ormas Islam diharapkan mendalami isi Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah disahkan tersebut. Baru setelah itu menyampaikan masukan dan saran ke Pemerintah.

 

"Jangan dengar dari kanan dari kiri, tapi dibaca didalami, direnungkan kalau ada yang belum disampaikan, beri usulan atau masukan," ujar Ma'ruf.

Pemerintah, kata Ma'ruf, akan menampung saran dan masukan tersebut dalam penyusunan peraturan turunan lainnya, baik Peraturan Pemerintah dan Perpres serta aturan-aturan pelaksanaan lainnya.

Sebelumnya, Wapres juga menyarankan masyarakat agar menyampaikan aspirasinya yang belum terakomodasi mengenai Undang undang Cipta Kerja kepada Pemerintah. Masukan itu kata Ma'ruf, akan dijadikan bahan oleh Pemerintah untuk membuat aturan turunan UU tersebut, baik Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden.

Ma'ruf mengatakan demikian, setelah masyarakat berbagai kalangan menolak Undang-undang yang baru disahkan awal Oktober ini.

"Kalau masih ada aspirasi masyarakat yang belum terakomodasi, sebaiknya disampaikan kepada pemerintah untuk menjadi bahan penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) maupun PerPres atau aturan pelaksanaan lainnya," ujar Ma'ruf.

Ia menyebut, penolakan terhadap substansi UU Cipta Kerja terjadi karena mis-persepsi, dis-informasi, kesalah-pahaman atau disalah-pahamkan. Menurutnya, UU Cipta Kerja yang baru disahkan itu adalah respon Pemerintah terhadap tuntutan masyarakat agar terciptanya lapangan kerja, perbaikan birokrasi, penyederhanaan regulasi, dan penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi dan dunia usaha.

Sebab, selama ini penciptaan iklim kondusif bagi investasi dan dunia usaha terkendala oleh berbelit-belit serta tumpang-tindihnya aturan-aturan. Hal ini membuat birokrasi iklim investasi memerlukan waktu yang panjang.

Ini juga kata Ma'ruf, menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara lain seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Kamboja dan lain-lain dalam hal kemudahan investasi yang mengakibatkan tersendatnya penciptaan lapangan kerja.

"Karena itu, diperlukan pembenahan-pembenahan melalui UU yang baru yang lebih responsif, cepat dan memudahkan, untuk itulah dibuat Undang-Undang Cipta Kerja," ujar Ma'ruf.

Ia mengatakan adanya UU ini diharapkan dapat menambah daya saing Indonesia dalam persaingan global.

"UU tersebut diharapkan dapat menambah daya saing negara kita dalam persaingan global dan menjadi pertaruhan kredibilitas Indonesia di mata dunia, khususnya negara-negara mitra dagang dan investor global, sekaligus diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru," ujar Ma'ruf.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement