Dalam tulisan ini saya mengajak stereotipe semacam yang banyak orang lakukan saat ini adalah tidak perlu. Mengapa? Saya khawatir, orang kadung tidak percaya sama DPR RI secara lembaga keseluruhan. Padahal, lembaga itu netral. Yang tidak netral adalah orang yang di dalamnya, yang dapat menyetir keputusan-keputusan di DPR RI.
Apa akibat buruknya? Orang dapat menjaga jarak terhadap DPR RI. Padahal, salah satu cara konkrit (tanpa menyepelekan cara lain) untuk membenahi badan legislasi kita adalah dengan turut terlibat dalam lembaga. Dalam kata lain, menjadi anggota DPR RI. stereotipe buruk terhadap DPR RI dapat mencegah ‘orang baik’ untuk terlibat.
Stereotip terhadap DPR RI juga tidak perlu karena pada realitanya yang bertanggungjawab terhadap pengesahan UU Cipta Kerja bukanlah hanya anggota DPR RI sehingga stereotipe ini juga agak salah sasaran. Tiap anggota DPR RI adalah bagian dari partai politik. Seringkali anggota DPR RI hanya menyuarakan apa yang parpol inginkan. Kita cenderung luput untuk juga melihat bagaimana parpol bekerja.
Apa lagi hal yang agak luput untuk kita perhatikan? UU Cipta Kerja ini pada awalnya diusulkan oleh pemerintah atau eksekutif. Tapi kemana kebanyakan sikap protes diberikan? Lagi-lagi kepada DPR RI. Kita perlu melihat persoalan UU Cipta Kerja ini sebagai hasil dari sebuah sistem yang lebih besar.
Pada banyak artikel dan forum diskusi, sering disebutkan omnibus law sarat kepentingan oligarki, kapitalisme, dan neoliberalisme. Menyebut tiga istilah ini, akan membawa kita pada peta analisa yang lebih rumit tetapi penting untuk dilakukan agar kita bisa melihat persoalan lebih luas dan jernih.
PENULIS/PENGIRIM: Muhammad Ilfan Zulfani, mahasiswa FISIP UI peminat kajian sosiologi politik sekaligus santri Pesma Al-Hikam Depok