Sabtu 10 Oct 2020 13:59 WIB

BEM SI Nilai Presiden Jokowi tak Akomodasi Rakyat

BEM SI menilai, Presiden Joko Widodo abai terhadap kepentingan rakyat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Esthi Maharani
Massa aksi demo penolakan UU Cipta Kerja.
Foto: Havid Al Vizki/Republika TV
Massa aksi demo penolakan UU Cipta Kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menilai, Presiden Joko Widodo abai terhadap kepentingan rakyat. Hal ini terlihat ketika ia mempersilahkan pihak yang ingin melakukan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Uji materi ke MK di tengah penolakan dari berbagai elemen adalah sebuah bukti bahwa Presiden tidak mengakomodasi kepentingan rakyat," ujar Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (10/10).

Pemerintah dan DPR seharusnya sadar, Undang-Undang Cipta Kerja adalah produk hukum yang cacat formil. Inilah yang menyebabkan banyak kelompok masyarakat di berbagai daerah menyuarakan penolakan.

Adanya penolakan di berbagai daerah ini, seharusnya ditanggapi oleh pemerintah dengan untuk mengeluarkan Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Bukan malah menyerahkannya kepada masyarakat yang ingin menggugatnya.

 

"Presiden seharusnya mengambil sikap dengan membatalkan UU Cipta Kerja karena ia memiliki kewenangan besar dalam hal tersebut," ujar Remy.

Di samping itu, ia juga mengklarifikasi, perusakan fasilitas umum pada aksi 8 Oktober lalu tak dilakukan pihaknya. Ia melihat, ada pihak lain yang mencoba memprovokasi aksi damai oleh Aliansi BEM SI.

"Dampak kerusakan hingga pembakaran yang terjadi di berbagai fasilitas Polri dan pemerintah bukan merupakan ulah massa aksi yang masih terkoordinasi," ujar Remy.

Sejak awal, Aliansi BEM SI sepakat untuk menggelar aksi damai menuntut pencabutan UU Cipta Kerja. "Aksi yang kami lakukan terlepas dari tindakan anarkis, provokator, pembuat kerusuhan, dan tindakan-tindakan lainnya yang tidak mencerminkan intelektualitas mahasiswa Indonesia," ujar Remy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement