Sabtu 10 Oct 2020 02:30 WIB

Pandangan Imam Mazhab Soal Cadar

Imam mazhab memiliki pandangan soal cadar.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Pandangan Imam Mazhab Soal Cadar. Foto: Wanita bercadar (ilustrasi)
Foto: Youtube
Pandangan Imam Mazhab Soal Cadar. Foto: Wanita bercadar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Syariat Islam tidak mengkhususkan pakai seperti apa yang mesti dikenakan dalam aktivitas sehari-sehari. Syariat Islam hanya memerintahkan pakailah pakaian yang indah saat ibadah dan jangan berlebihan dan itu sesuai QS Al-A'raaf ayat 31:

"Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid. Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."

Baca Juga

Lalu bagaimana hukumnya memakai cadar bagi wanita? Apakah memakai cadar itu termasuk berlebihan?  Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) KH Mahbub Maafi dalam bukunya "Tanya Jawab Fiqih Sehari-hari" mengatakan persoalan memakai cadar (niqab) bagi perempuan sebenarnya adalah masalah yang masih diperselisihkan oleh para pakar hukum Islam.

"Namun kami akan menyuguhkan secara global sebagaimana yang didokumentasikan dalam kitab Al-Mawsu'atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah. Menurut Mazhab Hanafi, di zaman sekarang perempuan yang masih muda (al-mar'ah asy-syabbah) dilarang membuka wajahnya di antara laki-laki titik bukan karena wajah itu termasuk aurat, Tetapi lebih untuk menghindari fitnah.

"Mayoritas fuqaha baik dari mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali) berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat. Jika demikian, wanita boleh menutupinya dengan cadar dan boleh membukanya. Menurut mazhab Hanafi, di zaman kita sekarang wanita muda (al-mar'ah asy-syabbah) dilarang memperlihatkan wajah di antara laki-laki. Bukan karena wajah itu sendiri adalah aurat tetapi lebih karena untuk menghindari fitnah." (Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Wizarah al-Awqaf wa Syu'un al Islamiyyah,juz XLI, hal.143).

Menurutnya, berbeda dengan mazhab Hanafi mazhab Maliki menyatakan bahwa makruh hukumnya wanita menutupi wajah, baik ketika dalam salat maupun diluar salat karena termasuk perbuatan berlebih-lebihan (al-ghuluw). Namun disisi lain mereka berpendapat bahwa wajib menutupi dua telapak tangan dan wajah bagi wanita muda yang dikawatirkan menimbulkan fitnah, ketika ia adalah wanita yang cantik atau dalam situasi banyak muncul kebejatan atau kerusakan moral.

Sementara itu, di kalangan madzhab Syafi'i terjadi silang pendapat titik pendapat pertama menyatakan bahwa memakai cadar bagi wanita adalah Haji titik pendapat kedua adalah sunnah sedang pendapat ketiga adalah "khilaful awla" menyalahi yang utama karena utamanya tidak bercadar.

Menurut KH Mahbub, poin penting yang disampaikannya dalam jawaban ini adalah bahwa persoalan hukum memakai cadar bagi wanita ternyata merupakan persoalan khilafiah. Bahkan dalam mazhab Syafi'i sendiri yang dianut mayoritas orang NU terjadi perbedaan dalam menyikapinya. Meskipun harus diakui bahwa pendapat yang mu'tamad dalam mazhab Syafi'i adalah bahwa aurat perempuan dalam konteks yang berkaitan dengan pandangan pihak lain hal ini adalah semua badannya termasuk kedua telapak tangan dan wajah.

"Konsekuensinya adalah ia wajib menutupi kedua telapak tangan dan memakai cadar untuk menutupi wajahnya," katanya.

"Bahwa perempuan memiliki tiga urat. Pertama, aurat dalam shalat dan hal ini telah dijelaskan. Kedua aurat yang terkait dengan pandangan orang lain kepadanya yaitu seluruh badannya termasuk wajah dan, ketiga telapak tangannya menurut pendapat yang mu'tamad..." (Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiyah, asy-Syarwani, Bairut-Dar al-Fikr, Juz II, hal.112).

Namun menurut hematnya kata Kiai Mahbub Maafi, pendapat yang menyatakan wajib memakai cadar bagi wanita jika dipaksakan di Indonesia akan mengalami banyak kendala. Karena fakta nya, masalah cadar adalah masalah yang diperselisihkan oleh fuqoha.

NU sendiri kata dia, bukan hanya mengakui nazhab Syafi'i, tetapi juga mengakui ketiga mazhab fiqih yang lain, yaitu Hanafi, Maliki dan Hanbali. Jadi yang diperlukan adalah kearifan dalam melihat perbedaan pandangan tentang cadar.

"Perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dipertentangkan dan dibenturkan, tetapi harus dibaca sesuai konteksnya masing-masing," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement