Jumat 09 Oct 2020 19:11 WIB

IDI Minta Peserta Demo UU Ciptaker Isolasi Mandiri

Peserta aksi diimbau untuk melakukan isolasi mandiri dan menerapkan 3M.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Yudha Manggala P Putra
Mahasiswa dari berbagai kampus dan perwakilan buruh di Kota Purwokerto, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor setda/DPRD Banyumas, Rabu (7/10). Mereka menuntut UU Cipta Kerja dicabut.
Foto: Republika/Eko Widiyatno
Mahasiswa dari berbagai kampus dan perwakilan buruh di Kota Purwokerto, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor setda/DPRD Banyumas, Rabu (7/10). Mereka menuntut UU Cipta Kerja dicabut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta para peserta demo Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) melakukan isolasi mandiri selama 10-14 hari untuk mencegah penyebaran Covid-19. Imbauan ini semestinya gencar dilakukan oleh pemerintah dan otoritas kesehatan di daerah masing-masing.

"Yang paling mungkin dilakukan adalah memberikan imbauan untuk melakukan isolasi mandiri dan menerapkan 3M (mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) secara ketat," ujar Anggota Bidang Kesekretariatan, Protokoler, dan Public Relations PB IDI Halik Malik saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (9/10).

Ia mengatakan, pemangku kepentingan harus menyerukan kepada peserta aksi untuk melakukan penilaian terhadap risiko diri masing-masing. Apakah merasakan keluhan atau gejala terpapar Covid-19.

Kemudian, peserta demo juga harus diminta melaporkan apabila ada teman-temannya yang mengindikasikan gejala terinfeksi Covid-19 atau bahkan sudah dinyatakan positif melalui pemeriksaan. Sebab, kata Halik, hal itu juga pasti berisiko bagi dirinya dan demonstran lain terhadap potensi penularan virus corona.

Dengan demikian, Halik meminta pemerintah daerah yang terdapat titik aksi demo menyiapkan fasilitas kesehatan untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19. Dinas kesehatan masing-masing daerah mesti memasifkan 3T yaitu testing atau pemeriksaan, tracing atau pelacakan, dan treatment atau pengobatan.

Meskipun sulit untuk melakukan pemeriksaan pelacakan terhadap massa aksi yang mencapai ribuan orang, 3T tetap harus dilakukan sebagai upaya minimal pengendalian Covid-19. Sebab, sampai saat ini, kapasitas pemeriksaan beberapa daerah belum ideal dan justru pelacakan kasus Covid-19 pun jauh menurun.

"Bahkan dari ahli epidemiologi itu melihat kalau yang lalu bisa sampai 20-30 orang yang di-tracing, sekarang kurang dari 10 orang yang di-tracing," kata Halik.

Maka, lanjut dia, untuk mengantisipasi tingginya penambahan kasus Covid-19 pascademo UU Ciptaker, pemeriksaan dan penelusuran kontak mesti ditingkatkan. Dari sisi pengobatan, setelah imbauan isolasi mandiri diserukan, pelayanan kesehatan harus dipastikan tersedia dan mencukupi.

Hal itu guna mengantisipasi adanya lonjakan orang yang mengalami gejala terinfeksi Covid-19. Halik meminta, pemerintah terus memerhatikan standar organisasi kesehatan dunia (WHO) yakni pemeriksaan dilakukan terhadap satu per 1.000 penduduk per minggu, pelacakan 20-30 orang jika ditemukan kasus aktif, serta memaksimalkan penegakan aturan dan penerapan 3M termasuk karantina mandiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement