Kamis 08 Oct 2020 15:46 WIB

116 Ribu Rumah Warga Palestina Hancur Sejak Israel Dibentuk

Israel menghancurkan hampir 166 ribu rumah warga Palestina sejak didirikan pada 1948

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Personel polisi perbatasan Israel berjaga ketika buldoser Israel menghancurkan bangunan Palestina di kota Hebron, Tepi Barat, 21 Juli 2020. Tentara Israel menghancurkan rumah-rumah warga Palestina tanpa izin yang diperlukan untuk membangun unit perumahan atau infrastruktur di Area C Tepi Barat.
Foto: EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Personel polisi perbatasan Israel berjaga ketika buldoser Israel menghancurkan bangunan Palestina di kota Hebron, Tepi Barat, 21 Juli 2020. Tentara Israel menghancurkan rumah-rumah warga Palestina tanpa izin yang diperlukan untuk membangun unit perumahan atau infrastruktur di Area C Tepi Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Sebuah laporan dari Pusat Penelitian Tanah Asosiasi Studi Arab di Yerusalem mengungkapkan Israel sudah menghancurkan hampir 166 ribu rumah warga Palestina sejak didirikan di tanah Palestina pada 1948. Laporan juga mencatat bahwa lebih dari satu juta warga Palestina telah mengungsi sebagai akibat dari pendudukan Israel.

"Selama sembilan bulan pertama tahun 2020, pasukan pendudukan menghancurkan 450 rumah dan fasilitas, dan juga mendorong beberapa warga Palestina untuk menghancurkan rumah mereka dengan tangan mereka sendiri," ujar laporan tersebut seperti dilansir laman Middle East Monitor, Kamis (8/10).

Baca Juga

Laporan Pusat Penelitian itu juga menyoroti bahwa rezim Israel telah mengadopsi kebijakan pembatasan konstruksi oleh warga Palestina yakni memaksa mereka untuk membangun rumah tanpa izin.

Israel menduduki Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, selama Perang Enam Hari 1967. Sejak itu, Israel membenarkan pembongkaran rumah Palestina dengan mengatakan mereka tidak memiliki izin bangunan, meskipun faktanya Israel sangat jarang mengeluarkan izin tersebut kepada orang Palestina sendiri.

Di sisi lain, negara Zionis menyetujui pembangunan ribuan unit permukiman di dalam pemukiman ilegal yang dibangun di atas tanah Palestina yang diduduki. Laporan pusat juga menambahkan bahwa warga Palestina yang berbasis di Yerusalem Timur saja sangat membutuhkan 25 ribu unit tempat tinggal.

Warga Palestina meyakini tujuan sebenarnya dari rezim perencanaan yang membatasi oleh Israel adalah untuk mengosongkan kota dari penduduk asli Palestina. Bulan lalu, dilaporkan jumlah izin bangunan yang diberikan Israel kepada warga Palestina di wilayah pendudukan turun 45 persen pada kuartal kedua 2020.

Kantor Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mencatat dalam laporan April 2019 bahwa di Yerusalem Timur rezim perencanaan yang ketat yang diterapkan oleh Israel membuat hampir tidak mungkin bagi warga Palestina untuk mendapatkan izin membangun. Izin bangunan dikenakan harga yang terlalu tinggi dan tidak terjangkau bagi sebagian besar warga Palestina.

Kondisi itu menciptakan celah hukum bagi Israel untuk mencaplok lebih banyak tanah dan membuat warga Palestina dalam ketidakpastian dengan mencegah mereka membangun infrastruktur. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga telah mengumumkan ia berencana untuk mencaplok lebih banyak wilayah di Tepi Barat yang diduduki. Langkahtersebut sesuai dengan "kesepakatan abad ini" Presiden AS Donald Trump meskipun ada kecaman luas dari komunitas internasional.

Proposal tersebut tunduk pada tuntutan Israel sekaligus menciptakan negara Palestina dengan kontrol terbatas atas keamanan dan perbatasannya sendiri. Kebijakan pembongkaran rumah yang dilakukan secara luas oleh Israel yang menargetkan seluruh keluarga adalah tindakan hukuman kolektif ilegal dan merupakan pelanggaran langsung terhadap Hukum Hak Asasi Manusia Internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement