Kamis 08 Oct 2020 13:58 WIB

Isu Iran Jadi Topik Debat Cawapres AS

Selain pandemi dan rasialisme, isu soal Iran mewarnai debat cawapres AS

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Selain pandemi dan rasialisme, isu soal Iran mewarnai debat cawapres AS antara Kamala Harris dan Mike Pence, Rabu (7/10) waktu setempat.
Foto: Shawn Thew/EPA
Selain pandemi dan rasialisme, isu soal Iran mewarnai debat cawapres AS antara Kamala Harris dan Mike Pence, Rabu (7/10) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Debat calon wakil presiden (cawapres) Amerika Serikat (AS) digelar pada Rabu (7/10). Selain pandemi dan rasialisme, isu mengenai Iran mewarnai perdebatan tersebut.

Saat sesi mengenai kebijakan luar negeri, cawapres AS dari Partai Demokrat Kamala Harris mengkritik keputusan Presiden Donald Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran. Menurut dia, langkah itu merupakan sebuah pengkhianatan terhadap sekutu Washington di luar negeri.

Baca Juga

"Kita berada dalam kesepakatan nuklir Iran dengan teman-teman. Meninggalkan kesepakatan telah menempatkan kita pada posisi di mana kita kurang aman karena mereka membangun apa yang mungkin akhirnya menjadi persenjataan nuklir yang signifikan," kata Harris dikutip laman Haaretz.

Harris menempatkan penarikan AS dari kesepakatan nuklir Iran atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) dalam konteks pentingnya hubungan yang dapat diandalkan dalam kebijakan luar negeri. Dia berpandangan hengkangnya AS dari JCPOA telah merusak kredibilitas Negeri Paman Sam.

Harris mengatakan kebijakan luar negeri mungkin terdengar rumit, tapi itu perkara hubungan. AS, menurut dia, harus setia dan menepati janji kepada para mitranya.

"Orang yang berdiri dengan Anda, Anda harus berdiri bersama mereka. Anda harus tahu siapa musuh Anda dan mengawasi mereka. Namun apa yang kami lihat dengan Presiden Donald Trump adalah bahwa dia telah mengkhianati teman-teman kami dan memeluk para diktator di seluruh dunia," ujarnya.

Dia mengkritik Trump karena pendekatan sepihaknya terhadap kebijakan luar negeri. Menurutnya dengan menarik AS keluar dari JCPOA, Trump telah menempatkan negara tersebut dalam posisi dan situasi yang tidak aman.

Wakil Presiden AS Mike Pence membalas argumen Harris dengan menyinggung hubungan Trump dengan Israel. Pence berpendapat itu merupakan contoh kesetiaan dan menepati janji.

"Presiden Trump menepati janjinya ketika dia memindahkan kedutaan Amerika ke Yerusalem. Ketika Joe Biden menjadi wakil presiden (pada era pemerintahan Barack Obama), dia berjanji untuk melakukan itu dan tidak pernah melakukannya," ujar Pence.

Pence pun mengkritik pemerintahan Obama karena dianggap tak berbuat banyak untuk mencegah pertumbuhan dan ekspansi ISIS. Sedangkan pemerintahan Trump, kata Pence, "menghancurkan Khilafah".

Pence kemudian membanggakan Trump karena di bawah komandonya AS berhasil membunuh pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi dan komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani. Namun Harris menegaskan pembunuhan Soleimani memiliki konsekuensi yang serius. “Ada serangan balik terhadap pasukan kita di Irak dan mereka menderita cedera otak yang serius," kata Harris.

Soleimani merupakan tokoh militer Iran yang memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah. Dia tewas di Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada Januari lalu.

Dia dibunuh saat berada dalam konvoi Popular Mobilization Forces (PMF), pasukan paramiliter Irak yang memiliki kedekatan dengan Iran. Iring-iringan mobil mereka menjadi sasaran tembak pesawat nirawak Washington.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement