Kamis 08 Oct 2020 11:08 WIB

Ekspor Produk Kakao Olahan Naik 5,13 Persen Saat Pandemi

Ekspor produk kakao olahan sebesar 549 juta dolar AS pada periode Januari sampai Juni

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Di tengah pandemi, industri pengolahan kakao berkontribusi signifikan terhadap devisa negara. Ini tercemin dari capaian nilai ekspor produk kakao olahan sebesar 549 juta dolar AS pada periode Januari sampai Juni 2020 atau meningkat sebesar 5,13 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Foto: SISWOWIDODO/ANTARA
Di tengah pandemi, industri pengolahan kakao berkontribusi signifikan terhadap devisa negara. Ini tercemin dari capaian nilai ekspor produk kakao olahan sebesar 549 juta dolar AS pada periode Januari sampai Juni 2020 atau meningkat sebesar 5,13 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah pandemi, industri pengolahan kakao berkontribusi signifikan terhadap devisa negara. Ini tercemin dari capaian nilai ekspor produk kakao olahan sebesar 549 juta dolar AS pada periode Januari sampai Juni 2020 atau meningkat sebesar 5,13 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

“Dari produksi industri pengolahan kakao, sebanyak 80 persen hasilnya ditujukan ke pasar ekspor. Pada 2019, produk kakao olahan menyumbang nilai ekspor lebih dari 1,01 miliar dolar AS,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangan resmi pada Kamis (8/10).

Saat ini, kata dia, industri pengolahan kakao telah mampu memproduksi beragam varian, seperti cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter dan cocoa powder. Produk kakao olahan yang utama diekspor yakni cocoa butter yang tersebar ke negara tujuan utama ekspor seperti Amerika Serikat, Belanda, India, Estonia, Jerman, dan China.

“Artinya, industri pengolahan kakao kita telah berorientasi ekspor. Maka kita perlu terus memacu kinerja dan pengembangannya agar bisa semakin kompetitif di kancah global. Kami juga berupaya memperluas akses pasar bagi produk olahan kakao, serta mendorong inovasi melalui pemanfaatan teknologi dan kegiatan riset,” ujarnya.

Agus optimistis industri pengolahan kakao di Tanah Air bisa berkembang baik karena didukung potensi Indonesia sebagai pengolah biji kakao nomor tiga di dunia dengan total kapasitas terpasang mencapai 800 ribu ton per tahun dari 13 perusahaan. “Industri pengolahan kakao Indonesia berada di peringkat ke-3 terbesar di dunia setelah Belanda dan Pantai Gading,” ungkap dia. 

Potensi lainnya, menurut laporan International Cocoa Organization (ICCO) pada 2018/2019, produksi biji kakao Indonesia sebesar 220 ribu ton. Capaian ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-6 sebagai negara produsen biji kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading, Ghana, Equador, Nigeria dan Kamerun.

Dengan karakteristik biji kakao asal Indonesia yang memiliki titik leleh tinggi dan kaya kandungan lemak, industri pengolahan kakao dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi dari segi rasa, aroma, bahkan manfaat kesehatan. “Sehingga perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas bahan baku secara intensif, antara lain lewat pendampingan dari para ahli budidaya kakao,” ujar Menperin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement