Kamis 08 Oct 2020 06:15 WIB

Fadli Zon Minta Maaf tak Bisa Cegah Pengesahan RUU Ciptaker 

Pembahasan RUU Cipta Kerja telah mengabaikan partisipasi masyarakat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon menyampaikan permintaan maafnya kepada masyarakat, karena ia tak bisa mencegah pengesahan RUU Cipta Kerja. Meskipun diakuinya, banyak substansi yang bermasalah di dalamnya.

Sebagai mantan Wakil Ketua DPR juga, Fadli mengaku, tak dapat mencegah pelaksanaan rapat paripurna pada Senin (5/10). Selain bukan anggota Baleg, ia juga termasuk yang terkejut adanya pemajuan jadwal sidang paripurna kemarin.

"Sekaligus mempercepat masa reses. Ini bukan apologi, tapi realitas dari konfigurasi politik yang ada, saya mohon maaf,” ujar Fadli lewat keterangan tertulisnya, Rabu (7/10).

Ia melihat, pembahasan RUU Cipta Kerja juga telah mengabaikan partisipasi masyarakat, terbukti dari dikebutnya pengesahan regulasi tersebut. Padahal, undang-undang ini mengubah 1.203 pasal dari 79 undang-undang yang berbeda-beda.

Sehingga, pembahasannya seharusnya dilakukan lebih lama agar lebih cermat dan komprehensif. Bukan hanya dengan 64 kali rapat, yang diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun.

Fadli juga menilai, UU Cipta Kerja ini dapat memancing instabilitas di kemudian hari. Masifnya penolakan di berbagai daerah, termasuk gerakan mogok nasional, menunjukkan regulasi ini hanya akan melahirkan kegaduhan saja.

“Kalau terus dipaksa untuk diterapkan, ujungnya sudah pasti hanya akan merusak hubungan industrial. Artinya, baik buruh maupun pengusaha pada akhirnya bisa sama-sama dirugikan, ini soal waktu saja,” ujar Fadli.

Di samping itu, undang-undang ini justru dinilai sulit untuk menghadirkan investasi di Indonesia. Sebab, investor memerlukan kepastian hukum, bukan kegaduhan yang disebabkan oleh UU Cipta Kerja ini.

“Lagi pula, sudah bukan zamannya lagi menekan atau memangkas hak-hak buruh untuk menggaet investasi. Sebab, investor yang baik, selain isu lingkungan, biasanya juga sangat memperhatikan isu perburuhan,” ujar Fadli.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement