Rabu 07 Oct 2020 23:37 WIB

Masjid Karya Utama Arsitektur Islam

Masjid yang pertama kali dibangun Muhammad sangat sederhana.

Rep: Ferry Kisihandi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Masjid Karya Utama Arsitektur Islam. Masjid Agung Cordoba, Spanyol.
Foto: en.wikipedia.org
Masjid Karya Utama Arsitektur Islam. Masjid Agung Cordoba, Spanyol.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Karya utama arsitektur Islam adalah masjid. Sebab, masjid merupakan pusat kegiatan keagamaan umat Islam. Perkembangan aristektur Islam diawali pada masa Nabi Muhammad SAW, khulafur rasyidin, dan masa-masa berikutnya. Semuanya juga bermula dari bangunan sederhana.

Masjid yang pertama kali dibangun Muhammad sangat sederhana. Bentuknya segi empat dan dinding yang berfungsi sebagai batas. Di bagian dalam dibangun mihrab serta serambi yang tersambung dengan lapangan terbuka. Ini menjadi bagian tengah dari masjid itu. Bagian pintu masuknya diberi gapura.

Bahan-bahan bangunan yang digunakan sangat sederhana, misalnya, batu alam atau batu gunung, pohon, dan daun kurma. Namun, bangunan sederhana itu menjadi prototipe bangunan masjid pada masa-masa berikutnya. Pada saat Bani Umayyah berkuasa, sekitar tahun 700-an, mereka membangun masjid di sejumlah tempat.

Ada yang dibangun di Basra, Kufah, dan Fustat yang kini bernama Kairo, Mesir. Kala itu, masjid merupakan bangunan segi empat yang beratap rata. Seperti pada zaman Rasul, pada dinding yang ada di arah kiblat, terdapat bagian beratap yang digunakan sebagai mihrab. Atapnya ditopang dengan tiang hingga terlihat banyak barisan tiang.

 

Pada masa ini, bahan dinding diperindah dengan batu merah serta sudah mulai menggunakan tiang dari batu. Beberapa bangunan dengan tipe semacam itu adalah Masjid Ziyad di Kufah dan Masjid Amar di Fustat. Saat pemerintahan Umayyah, arsitektur mengalami perubahan yang berarti karena dorongan dari para khalifah.

Sebut saja al-Walid, yang dikenal sebagai pembangun masjid. Ia mengenalkan menara pada bangunan masjid dan terus berkembang dengan beragam coraknya. Menurut Ensiklopedi Islam, menara masjid-masjid di Iran berbentuk pilin. Sedangkan bentuk silindris banyak terdapat pada masjid di Turki.

Selain masjid, arsitektur Islam melekat pada bangunan istana. Salah satu istana itu adalah Istana Kausair Amra yang ada di Mesir. Demikian pula pada makam, seperti pembuatan kubah dengan hiasan yang merupakan bentuk stalaktit terbalik yang dikenal sebagai muqarnas. Ini ada pada makam Siti Zubaidah, istri Khalifah Harun al-Rasyid.

Saat Abbasiyah dan Seljuk berkuasa, arsitektur pun mengalami perkembangannya sendiri. Ada dua hal pokok yang menandai perkembangan pada masa tersebut, yaitu penggunaan teknik bahan batu bata dari seni arsitektur Persia pada bentuk lengkung dan pengembangan bangunan lain yang menjadi bangunan fasilitas seperti istana.

Pembangunan masjid ditekankan pada pola lengkung sebagai bentuk keseluruhan bangunan. Kelengkapan bangunan yang sangat menonjol adalah menara. Hal ini mewujud pada Masjid Jami di Isfahan, Iran. Sedangkan pada era Seljuk, menara terkadang bahkan lebih menonjol dibandingkan bangunan induknya.

Pemerintahan Fatimiyah dan Mamluk pun meninggalkan jejaknya sendiri. Arsitektur Fatimiyah, mendapat pengaruh dari luar terutama dari Persia dan Bizantium melalui Suriah. Bahan-bahan bangunan yang dipakai adalah batu-batuan yang memang banyak di wilayah itu, batu bata merah serta batu kapur.

Pengaruh Bizantium yang melekat pada bangunan Masjid al-Azhar dan al-Hakim terlihat dari bangunan menaranya, yang masif serta lengkung sebagai gapura dan pintu gerbang. Demi keamanan, masjid dikelilingi tembok pengaman berbahan batu bata yang tebal. Sementara itu, Salahuddin al-Ayyubi membangun masjid-masjid madrasah di Suriah.

Di kemudian hari, masjid itu menjadi masjid berkubah bergaya Persia. Ketika pemerintahan Islam di Spanyol, arsitektur masjid menggunakan pola dasar masjid yang dikembangkan saat Dinasti Umayyah memegang tampuk kekuasaan. Namun, ada sejumlah penyempurnaan dengan penambahan tiang untuk memperluas masjid.

Pola tersebut diterapkan pada bangunan Masjid Cordoba dan Istana Granada. Perkembangan lain muncul pada masa Turki Usmani. Salah satu hal baru adalah perencanaan bangunan oleh seorang arsitek yang belajar di Yunani, yaitu Sinan, yang memadukan beragam simbol.

Satu dari beberapa masjid yang dia bangun adalah Masjid Sultan Sulaiman di Istanbul. Ia memadukan kemegahan pada masjid sebagai simbol kekuasaan sultan dan keagungan masjid sebagai sarana keagamaan. Ia mewujudkan hal itu melalui menara yang langsing dan tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement