Rabu 07 Oct 2020 22:53 WIB

Tolak UU Cipta Kerja Solidaritas Lampung Gelar Aksi Diam

Walhi Lampung menilai UU Cipta Kerja akan memperparah kerusakan lingkungan

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Aksi massa mahasiswa dan buruh menolak UU Cipta Kerja di DPRD Lampung, Rabu (7/10).
Foto: Republika/Mursalin Yasland
Aksi massa mahasiswa dan buruh menolak UU Cipta Kerja di DPRD Lampung, Rabu (7/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Sejumlah elemen yang tergabung dalam Solidaritas Lampung Menggugat (Salam) akan menggelar aksi diam di Bundaran Tugu Adipura, Bandar Lampung, Kamis (,8/10) pukul 08.00-09.00 WIB. Demonstrasi tanpa orasi itu menolak Undang Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law.

Direktur LBH Bandar Lampung Chandra Muliawan mengatakan, UU Ciptaker cacat formil dan material sejak awal. Pengesahan UU Ciptaker bukan hanya bencana bagi demokrasi, tapi juga kemanusiaan dan kelestariaan lingkungan hidup. Untuk kesekian kalinya suara rakyat diabaikan tak ubahnya pengesahan revisi UU KPK, UU Mineral dan Batubara, dan UU Mahkamah Konstitusi yang inkonstitusional.

“Hal ini menjadi pertanda buruk bagi masyarakat Indonesia, melihat banyaknya kepentingan oligarki yang secara langsung mengenyampingkan berbagai nilai kesejahteraan pekerja, mengancam tatanan lingkungan hidup hingga berbagai aspek penting lainnya,” kata Chandra dalam keterangan persnya yang diterima Republika.co.id, Rabu (7/10).

Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri menyatakan, UU Ciptaker akan semakin memperparah kerusakan lingkungan hidup. Juga memperluas berbagai konflik sumber daya alam dan semakin memarginalkan petani, nelayan, dan kaum miskin kota. Selain itu, UU Ciptaker akan mempersempit partisipasi publik untuk mengawal lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan.

“Oleh sebab itu, dari aspek-aspek lingkungan hidup, UU Cipta Kerja ini tidak sesuai. Tidak pantas disahkan karena bertentangan dengan konstitusi bahwa lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan adalah bagian dari HAM. Melalui pengesahan ini berarti negara mengabaikan aspek-aspek HAM,” ujarnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung Hendry Sihaloho menambahkan, Omnibus Law dihasilkan dari proses yang tidak transparan serta tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. “Kejar tayang” undang-undang ini ditengarai untuk memberi karpet merah bagi investor. Sejak awal, pemerintah memang menggadang-gadang UU Ciptaker untuk menggenjot investasi.

Secara material, beleid peramping banyak regulasi itu memangkas banyak hal, di antaranya ketenagakerjaan. Banyak pasal yang dinilai tidak proburuh. Misal, perusahaan dapat dengan mudah melakukan PHK terhadap pekerja (Pasal154A), hak memohon PHK dihapus (Pasal 169), dan kontrak tanpa batas (Pasal 59).

“Atas dasar itulah, AJI menilai isu ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja juga terkait dengan perjuangan kesejahteraan yang selama ini menjadi Tri Panji AJI. Sebab, jurnalis juga buruh,” kata dia.

Selain LBH, Walhi, dan AJI, beberapa elemen yang tergabung dalam Salam antara lain Solidaritas Perempuan (SP) Sebay Lampung, Kelompok Studi Kader (Klasika), dan Aliansi Pers Mahasiswa Lampung (APML). Turut juga Dewan Rakyat Lampung (DRL), LBH Pers Lampung, UKM Mahkamah Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Zona UIN Lampung, serta Lapak Baca Politeknik Negeri Lampung (Polinela). Nantinya, dalam aksi diam tersebut peserta demo akan menutup mata dan telinga. Ekspresi itu sebagai simbol bahwa pemerintah dan DPR tutup mata dan telinga atas suara rakyat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement