Rabu 07 Oct 2020 21:37 WIB

Islam di Ekuador, Agama Minoritas yang Sulit Dirikan Masjid

Umat Islam di Ekuador menghadapi permasalahan dalam mendirikan masjid.

Rep: Yusuf A/ Red: Nashih Nashrullah
Umat Islam di Ekuador menghadapi permasalahan dalam mendirikan masjid. Ilustrasi Teluk Naufragio, San Cristobal, Kepulauan Galapagos, Ekuador, Sabtu (2/5).
Foto: AP / Adrian Vasquez
Umat Islam di Ekuador menghadapi permasalahan dalam mendirikan masjid. Ilustrasi Teluk Naufragio, San Cristobal, Kepulauan Galapagos, Ekuador, Sabtu (2/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Hubungan antara Islam dan Ekuador memiliki sejarah panjang. Pada akhir abad ke-19 M, Islam untuk kali pertama datang ke negara tersebut, yakni ketika umat Muslim dari Mesir dan negara-negara Syam hijrah ke benua  Amerika untuk mencari kehidupan baru.

Umumnya, mereka datang ke benua Amerika dengan menggunakan visa Turki karena negara-negara asal mereka masih berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani ketika itu. Mereka yang hijrah rata-rata berprofesi sebagai pedagang. Karena itu, masyarakat Ekuador juga dominan melaksanakan aktivitas perdagangan.

Baca Juga

Dari catatan yang ada, orang Islam pertama yang bermukim di Ekuador berasal dari Timur Tengah, antara lain dari Lebanon, Palestina, Syria, dan Mesir. Mereka bermigrasi dengan alasan yang sama ketika datang ke Amerika Latin, yakni menghindari Perang Dunia I dan II. Namun, karena memegang paspor Turki, mereka kemudian lebih dikenal sebagai orang Turki.

Komunitas Muslim pertama menetap di Ibu Kota Quito dan Kota Guayaquil, kota pelabuhan terbesar di negara ini. Dari kota-kota itu, mereka lantas menyebar ke beberapa provinsi, seperti Manab, Los Rios, dan Esmeralda.

Situasi dan kondisi Ekuador yang kondusif dan aman tenteram membuat kaum imigran Muslim merasa betah tinggal di sana. Di samping itu, tradisi kekeluargaan pada masyarakat Ekuador kerap mengingatkan mereka pada tradisi yang sama di negara asal.

Warga Muslim pun banyak yang berdatangan. Maka, tak heran jika dalam waktu singkat, muncul sejumlah keluarga yang cukup terpandang, misalnya keluarga Dassum, Soloh, Shayyeb, A'riz, Becdach, Jairala, dan lain-lain.

Akhir tahun 40-an, orang Kristen-Arab dan Muslim menggabungkan diri dalam satu kelompok etnis berdasarkan latar belakang. Namanya Lecla dan merupakan nama organisasi pertama mereka. Masalah perbedaan agama tidak  menjadi hambatan untuk menjalankan kegiatan.

Ekuador juga menjadi lokasi persinggahan imigran dari Timur Tengah yang ingin menuju Amerika Serikat. Mereka biasanya tinggal selama beberapa hari sebelum meneruskan perjalanan. Akan tetapi, ada kalanya mereka justru memilih menetap di Ekuador setelah melihat dari dekat kenyamanan dan toleransi dari warganya.

Setelah imigran asal Timur Tengah, kemudian berdatangan umat Islam asal Asia Selatan, seperti India-Pakistan. Mereka mulai datang sekitar pertengahan tahun 90-an. Adapun pada akhir 90-an, warga Muslim asal negara-negara Afrika, misalnya Liberia, Nigeria, Ghana, dan lain-lain, sampai pula di Ekuador.

Pada saat yang bersamaan, terjadi pula fenomena mualaf di kalangan warga lokal Ekuador. Hubungan timbal balik yang semakin akrab antara kedua komunitas masyarakat. Hal ini pada akhirnya menimbulkan simpati terhadap Islam hingga menjadikan sebagian mereka bersedia memeluk Islam.

Bersama dengan imigran Muslim lainnya, mereka lantas bergabung menyewa apartemen untuk keperluan ibadah, khususnya sholat Jumat. Tak lama kemudian, atas bantuan Kedutaan Mesir, mereka dapat menyewa sebuah ruang apartemen yang cukup representatif untuk keperluan yang sama.

Islam merupakan agama minoritas di Ekuador. Sensus menunjukkan jumlah umat Muslim sekitar 2,6 persen dari total penduduk sekitar 14 juta jiwa. Seperti di negara-negara Amerika Latin lainnya, mereka kerap menghadapi masalah seperti minimnya sarana peribadatan, pendidikan agama, dan pembinaan rohani.

Akumulasi dari segala persoalan ini dikhawatirkan berdampak pada upaya penguatan akidah, khususnya di kalangan generasi muda. Mereka akan sangat rentan terhadap degradasi moral dan menipisnya rasa bangga terhadap agamanya.

Beruntung, Ekuador adalah negara yang menghormati kebebasan beragama. Komunitas Muslim pun merasa terlindungi untuk menjalankan keyakinan, melaksanakan ritual ibadah, dan juga mengenakan simbol-simbol Islam, seperti hijab bagi Muslimah.

Peluang itu lantas ditangkap oleh sebagian umat untuk membentuk lembaga-lembaga keislaman. Mereka bergerak di pelbagai bidang, antara lain dakwah, pendidikan, kesehatan, sosial, dan lainnya.

Salah satu yang cukup berpengaruh adalah Islamic Center Masjid as Salam di Quito, ibu kota Ekuador. Mereka banyak melakukan aktivitas pembinaan keagamaan dan juga berhubungan dengan kalangan pemerintah untuk urusan-urusan agama.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement