Rabu 07 Oct 2020 13:05 WIB

Jerman Dorong Dunia Terima Uighur Sebagai Pengungsi

Jerman mengkritik China atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Uighur

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Minoritas Uighur sedang duduk di stasiun Guangzhou, China. Jerman mengkritik China atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Uighur. Ilustrasi.
Foto: Alex P./EPA
Minoritas Uighur sedang duduk di stasiun Guangzhou, China. Jerman mengkritik China atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Uighur. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pidato Duta Besar Jerman di PBB yang meminta dunia menerima masyarakat muslim Uighur sebagai pengungsi didukung 38 negara. Jerman mengkritik China atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Uighur.

Kelompok yang sebagian besar negara Barat itu diwakili Duta Besar Jerman untuk PBB Christoph Heusgen. Ia juga mengungkapkan 'keprihatinan yang mendalam' atas Undang-undang keamanan nasional yang Beijing berlakukan di Hong Kong.

Baca Juga

Hukum tersebut mengizinkan tersangka di Hong Kong diadili di China Daratan. Beijing dan sekutu-sekutunya di PBB menyerang balik pidato tersebut. Mereka menolak atas apa yang mereka sebut intervensi 'urusan internal China'.

PBB menemukan ada jutaan masyarakat minoritas muslim Uighur di Provinsi Xinjiang yang ditahan di sebuah fasilitas yang pemerintah China sebut sebagai pusat vokasi. Presiden China Xi Jinping membela langkah tersebut yang menurutnya sebagai praktik 'anti-teror'.

"Kami amat prihatin dengan situasi hak asasi manusia di Xinjiang dan perkembangan di Hong Kong baru-baru ini," kata Heusgen seperti dilansir South China Morning Post, Rabu (7/10).

"Atas keprihatinan kami mengenai situasi hak asasi manusia di Xinjiang, kami meminta semua negara menghormati asas non-refoulement," tambah Heusgen.

PBB menyatakan asas non-refoulement sebagai bentuk perlindungan esensial berdasarkan hukum internasional, pengungsi, dan hak asasi manusia. Asas non-refoulement adalah asas atau prinsip yang melarang suatu negara menolak, mengusir, atau mengembalikan pengungsi ke negara asalnya jika nyawa atau kebebasan pengungsi tersebut terancam karena ras, agama, kebangsaan, kelompok sosial, atau opini politik.

"Surveilans tidak tepat yang sangat luas mengincar orang Uighur dan masyarakat minoritas lainnya terus berlanjut dan semakin banyak laporan lonjakan kerja paksa dan pengendalian kelahiran paksa termasuk sterilisasi," kata Heusgen.

"Kami meminta China untuk segera mengizinkan pemantau independen termasuk Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB dan kantornya akses yang bermakna dan tanpa hambatan ke Xinjiang," tambah Heusgen.  

Jerman dan sejumlah negara Barat lain seperti negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), dan Inggris juga mengungkapkan keprihatinan mereka atas situasi di Hong Kong.

"Kami memiliki keprihatinan yang mendalam mengenai unsur-unsur di dalam undang-undang keamanan nasional yang membuat kasus-kasus tertentu dapat memindahkan tersangka ke China daratan," kata Heusgen.

"Kami mendesak pihak berwenang yang relevan untuk menjamin hak-hak yang dilindungi Kovenan Internasional dalam Hak Politik dan Sipil dan Deklarasi Gabungan Sino-Britania, termasuk kebebasan berbicara, pers, dan berkumpul," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement