Selasa 06 Oct 2020 22:30 WIB

Sekulerisasi di Prancis, Konstitusi Dukung Sudutkan Islam?

Konstitusi Prancis justru mendukung keragaman dan kebebasan beragama.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Konstitusi Prancis justru mendukung keragaman dan kebebasan beragama. Bendera Prancis
Foto: blogspot.com
Konstitusi Prancis justru mendukung keragaman dan kebebasan beragama. Bendera Prancis

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS— Presiden Prancis Emmanuel Macron mengungkapkan rencananya untuk menangkal separatisme di Prancis. Macron juga berupaya melawan radikalisme di Prancis, yang dialamatkan pada Muslim. Dia juga menuduh Muslim berusaha memisahkan diri dan tidak menghormati hukum sekulernya.

Macron mengindikasikan bahwa dia akan menjadi ujung tombak dalam pertempuran ini, dan berharap bahwa para pemimpin dunia lainnya akan mengikutinya. Dia bersikeras bahwa dia tidak akan membuat "konsesi" dalam rencananya untuk menindak Islam dan Muslim di Prancis.

Baca Juga

"Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini, kami tidak hanya melihat ini di negara kami," ujarnya yang dikutip di Middle East Monitor, Selasa (6/10).

Macron mengungkapkan keinginannya untuk menegakkan laïcité Prancis, sebuah sistem sekularisme yang memisahkan agama dan negara agar negara tetap netral dari hal berbau agama. “Sekularisme adalah fondasi dari persatuan Prancis,” katanya.

Presiden Prancis mengatakan bahwa dia akan mengajukan RUU pada Desember mendatang, untuk menyelesaikan masalah yang muncul atas nama agama. RUU tersebut berisi pembatasan pendidikan bagi anak-anak Muslim, mereka akan dilarang menghadiri sekolah berasrama yang menawarkan pendidikan Islam bersama dengan silabus Prancis sekuler. RUU ini melarang sekolah-sekolah negeri menerima atau mempertahankan siswi yang bersikeras untuk berhijab. 

RUU itu juga akan menindak masjid, yang memiliki imam di luar Prancis, ataupun mereka yang sempat tinggal atau belajar di negara-negara Muslim seperti Aljazair, Maroko dan Turki sebelum pindah ke Prancis.

Rencana yang disampaikan Macron ini sontak menyinggung enam juta umat Muslim Prancis dan menuduhnya sebagai pembangkit Islamofobia dan rasis. Bukan hanya di Prancis, banyak Muslim dari seluruh dunia yang mengklaimnya sebagai penyebar kebencian dan penghasut kekerasan.

Namun jika ditelisik lebih jauh, dalam sistem negara sekuler, harus ada toleransi timbal balik antara orang-orang yang berbeda keyakinan dan negara harus netral dan tidak diskriminatif dalam berurusan dengan warganya tanpa memandang agama.

Kebebasan beragama sebenarnya diatur dalam Pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia: “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, hati nurani dan beragama; hak ini termasuk kebebasan untuk mengubah agama atau keyakinannya, dan kebebasan, baik sendiri atau dalam komunitas dengan orang lain dan di depan umum atau pribadi, untuk mewujudkan agama atau keyakinannya dalam pengajaran, praktik, penyembahan dan ketaatan.”

Namun aksi sekularisasi Islam di Prancis, nyatanya bukan hanya digaungkan Macron, mengingat Prancis memiliki rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia yang tidak sedikit, salah satunya dengan mengeluarkan undang-undang diskriminatif yang menargetkan Muslim.

Sumber: https://www.middleeastmonitor.com/20201005-is-macron-really-working-to-de-radicalise-islam/  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement