Selasa 06 Oct 2020 13:46 WIB

Amnesty: Jangan Sampai UU Ciptaker Jadi Awal Krisis HAM Baru

Pihak-pihak yang menentang UU Ciptaker tak jadi pertimbangan pembuat kebijakan. 

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai, pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah dan anggota DPR untuk menegakkan hak asasi manusia (HAM). Dia mengatakan, jangan sampai pengesahan itu menjadi awal krisis HAM baru.

"Pengesahan Ciptaker menunjukkan kurangnya komitmen Pemerintah Indonesia dan anggota DPR RI untuk menegakkan HAM," ujar Usman lewat keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Selasa (6/10).

Baca Juga

Usman mengatakan, pihak-pihak yang menentang karena substansi UU Ciptaker dan prosedur penyusunan UU baru tersebut sama sekali tidak menjadi pertimbangan para pembuat kebijakan. Dia melihat, anggota dewan dan pemerintah tampaknya lebih memilih untuk mendengar kelompok kecil yang diuntungkan oleh Omnibus Ciptaker, sementara hak jutaan pekerja kini terancam.

“Serikat pekerja dan kelompok masyarakat sipil seharusnya dilibatkan secara terus-menerus dalam pembahasan UU ini, dari awal, karena anggota merekalah yang akan menanggung langsung dampak dari berlakunya Omnibus Ciptaker," kata dia.

Menurut Usman, peristiwa penting di rapat paripurna kemarin akan memberikan lebih banyak ruang bagi perusahaan dan korporasi untuk mengeksploitasi tenaga kerja. Ia menilai, itu semua akan berujung pada kurangnya kepatuhan pengusaha terhadap upah minimum menurut peraturan perundang-undangan.

“Belum lagi, perusahaan tidak lagi berkewajiban mengangkat pekerja kontrak menjadi pegawai tetap. Aturan seperti ini berpotensi menyebabkan perlakuan tidak adil bagi para pekerja karena mereka akan terus-menerus menjadi pegawai tidak tetap," jelas Usman.

Karena itu, Amnesty International Indonesia mendesak anggota DPR untuk merevisi aturan-aturan bermasalah dalam UU Ciptaker. HAM, kata Usman, harus menjadi prioritas di dalam setiap pengambilan keputusan. Pemerintah juga harus melindungi dan menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi dari mereka yang dirugikan atas pengesahan Ciptaker.

"Pandemi Covid-19, lagi-lagi, tidak boleh dijadikan alasan untuk melindungi hak mereka karena bersuara adalah satu-satunya jalan untuk didengar bagi mereka yang haknya dirampas. Jangan sampai pengesahan ini menjadi awal krisis hak asasi manusia baru, di mana mereka yang menentang kebijakan baru dibungkam," terang dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement