Selasa 06 Oct 2020 06:04 WIB

Benarkah UU Ciptaker akan Perbaiki Iklim Investasi RI?

DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang pada Senin (5/10).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Iit Septyaningsih, Sapto Andika Candra

Setelah melalui 64 kali rapat maraton yang digelar setiap hari bahkan pada masa reses anggota dewan dan pada libur akhir pekan, DPR akhirnya mengesahkan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang pada Senin (5/10). UU Ciptaker terbagi ke dalam 186 pasal dan 15 bab.

Baca Juga

Secara garis besar, pasal-pasal dalam UU Ciptaker mencakup peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan perizinan hingga perlindungan serta pemberdayaan UMKM dan koperasi. Isu ketenagakerjaan, riset dan inovasi, kemudahan berusaha dan pengadaan lahan juga menjadi bagian dalam beleid ini.

Cakupan berikutnya, kawasan ekonomi, investasi Pemerintah Pusat dan Proyek Strategis Nasional dan dukungan administrasi pemerintah. Isu terakhir, berbicara mengenai sanksi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini, cakupan substansi tersebut akan dapat mendukung upaya pemerintah dan DPR bersama untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi.

"Sehingga akan dapat menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan pada akhirnya akan mampu mendorong perekonomian nasional kita," kata Airlangga, dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Ahad (4/10) lalu.

Dalam pidatonya di rapat paripurna DPR yang mengesahkan UU Ciptaker, Airlangga menyebutkan, keberadaan UU Omnibus Law Cipta Kerja akan membantu Indonesia untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dengan memanfaatkan bonus demografi. Beleid ini dinilai mampu menyelesaikan permasalahan terbesar Indonesia, yaitu hiperegulasi untuk menciptakan lapangan kerja.

UU Omnibus Law Cipta Kerja, kata Airlangga, akan merevisi beberapa Undang-Undang eksisting yang menghambat penciptaan lapangan kerja. Regulasi ini sekaligus sebagai instrumen penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi.

"Kami atas nama pemerintah apresiasi kerja parlemen, kerja DPR," tuturnya saat menghadiri Rapat Paripurna secara fisik di Gedung DPR Jakarta, Senin (5/10).

Kantor Staf Presiden (KSP) juga menyambut baik pengesahan (RUU Cipta Kerja menjadi UU pada Senin (5/10) sore. Tenaga Ahli Utama KSP, Donny Gahral Adian, mengakui bahwa pengesahan UU Cipta Kerja memang tidak akan memuaskan semua pihak. Namun menurutnya, aturan ini dibuat sebagai solusi atas kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap lapangan kerja yang lebih luas.

UU Cipta Kerja, menurutnya, dibuat demi memperbaiki ekosistem investasi. Investasi yang lebih banyak inilah, menurutnya, yang pada akhirnya akan menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal. Apalagi di masa pandemi seperti ini, saat semakin banyak masyarakat yang butuh lapangan kerja.

"Kalau ada yang merasa tidak puas, ya kan ada mekanisme konstitusional yaitu judicial review dan pemerintah siap menghadapi itu," ujar Donny.

In Picture: Tok! DPR Sahkan RUU Cipta Kerja Jadi Undang-Undang

photo
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kelima kiri) bersama Menkumham Yasonna Laoly (kelima kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (keempat kiri), Mendagri Tito Karnavian (keempat kanan), Menaker Ida Fauziyah (ketiga kiri), Menteri ESDM Arifin Tasrif (ketiga kanan), Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil (kedua kiri) dan Menteri LHK Siti Nurbaya (kedua kanan) berfoto bersama dengan pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. - (Antara/Hafidz Mubarak A)

Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi (Hippi) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang menjelaskan, UU Cipta Kerja dirancang menjadi solusi bagi persoalan fundamental yang menghambat transformasi ekonomi nasional selama ini. Di antaranya obesitas regulasi, rendahnya daya saing, dan terus meningkatnya angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru.

"UU Cipta Kerja bisa menjadi jalan bagi perbaikan drastis struktur ekonomi nasional. Dengan begitu bisa meraup angka pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,7 persen hingga 6 persen dengan target, Penciptaan lapangan kerja sebanyak 2,7 sampai tiga

juta per tahun. Peningkatan investasi sebesar 6,6 persen sampai 7 persen yang akan menciptakan lapangan kerja baru," ujarnya.

"Secara umum UU ini mampu menjawab berbagai tantangan ketenagakerjaan dalam dari sisi produktivitas dan daya saing dan

relatif rendah dibanding negara lain," kata Sarman, menambahkan.

Berbeda padangan dengan Airlangga, Donny, dan Sarman, Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah menilai, pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU belum tentu dapat memperbaiki iklim investasi di Tanah Air.

"Kalau RUU Cipta Kerja disahkan, hanya mengurangi hambatan investasi. Misal hambatan terkait perizinan, lahan, ketenagakerjaan," ujar Piter kepada Republika pada Senin (5/10).

Menurutnya, UU Cipta Kerja tidak mengurangi beberapa hambatan seperti inkonsistensi kebijakan pemerintah dan kurangnya koordinasi pemerintah pusat dengan daerah. "Apalagi apabila nanti pengesahan UU Cipta Kerja memunculkan kegaduhan yang luar biasa," kata dia.

Maka, kata dia, investor akan sangat berhati-hati. Sebab, belum Ada jaminan pengesahan UU Cipta Kerja bisa memperbaiki iklim investasi di Indonesia.

Piter menilai, pemerintah selama ini terjebak pemikiran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hanya bisa dilakukan dengan investasi besar dari luar negeri. Ini yang menyebabkan pemerintah sangat mengutamakan RUU Cipta Kerja segera menjadi UU.

Pandangan itu, sambung Piter, tidak sepenuhnya benar. Sebab, Indonesia masih memiliki sumber lain di dalam negeri guna mendorong investasi.

"RUU Cipta Kerja disahkan tidak jadi jaminan investasi asing banjir lalu masuk ke Indonesia," jelasnya.

 

photo
APBN 2021 - (Tim infografis Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement