Senin 05 Oct 2020 12:13 WIB

Kegiatan Usaha Dibatasi, Pengusaha Minta Relaksasi Pajak

Pemkot Bekasi diharap beri relaksasi relaksasi pajak restoran, listrik, dan PPN.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Ratna Puspita
Summarecon Mall, Bekasi, Jawa Barat. Selama sepekan ke depan, terhitung Jumat (2/10), pusat perbelanjaan, restoran, hingga pedangang kaki lima di Bekasi hanya diizinkan buka hingga pukul 18.00 WIB.
Foto: Reiny Dwinanda/Republika
Summarecon Mall, Bekasi, Jawa Barat. Selama sepekan ke depan, terhitung Jumat (2/10), pusat perbelanjaan, restoran, hingga pedangang kaki lima di Bekasi hanya diizinkan buka hingga pukul 18.00 WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Pengusaha pusat perbelanjaan meminta relaksasi sebagai imbas pembatasan kegiatan usaha di Kota Bekasi hanya sampai pukul 18.00 WIB selama enam hari kerja. Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Kota Bekasi meminta kepada kepala daerah untuk dapat memberikan keringanan berupa pajak restoran, PBB, listrik serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Harapan kita tentunya ada relaksasi, dengan adanya pengurangan jam ini ada pengurangan juga dari pajak restoran, PBB, listrik, kemudian PPN,” kata Ketua APPBI Kota Bekasi Djaelani, kepada wartawan, Senin (5/10).

Baca Juga

Dia berharap, relaksasi tersebut dapat membantu operasional para tenant. Di samping itu, besaran PPN juga bisa digunakan untuk membayar gaji karyawan. 

Sejauh ini, kata Djaelani, keringanan pajak yang diberikan oleh pemerintah adalah PBB, yakni sebesar 10-15 persen. Namun, hal tersebut masih belum cukup.

 

“Pajak waktu itu ada relaksasi 10 persen 15 persen PBB, yang lain belum. Kalau memang bisa dihilangkan untuk membantu operasional dari tenant-tenant,” ujar dia.

Adapun, pembatasan jam operasional tempat belanja di Kota Bekasi hingga pukul 18.00 WIB dinilai tanggung. Sebab, biasanya pengunjung mall justru datang dari sore hingga malam hari.

“Orang ke mal itu kan biasanya dari sore sampai malam, dia mau belanja dari pulang kantor, mau makan sama keluarga. Kalau jam 6 sudah nanggung,” tutur dia.

Hal ini tentu membuat kondisi bisnis menjadi semakin terpukul. Ia juga cukup menyayangkan keputusan pemerintah daerah yang tiba-tiba tanpa ada diskusi terlebih dahulu dengan pihak pengusaha. 

Selain akan berdampak pada dirumahkannya banyak karyawan dan bahkan berujung pemutusan hubungan kerja (PHK), Djaelani menyebut pembatasan ini juga akan mengurangi setoran pajak yang hendak diberikan kepada pemda karena pendapatan yang sudah pasti berkurang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement