Jumat 02 Oct 2020 10:36 WIB

Arsip Tulisan 1953 Tentang Pemberontakan PKI Madiun

Kisah pembeontakan PKI 1948

Massa PKI ditangkap di Madiun 1948.
Foto: kitlv.nl
Massa PKI ditangkap di Madiun 1948.

REPUBLIKA.CO.ID, Inilah tulisan tokoh Muslim Syarif Usman terkait dengan komunis. Ulama yang pernah merasakan getir dan pengapnya penjara yang dihuni tanpa pengadilan kala komunis tengah berjaya di Indonesia pada tahun 1960-an.

Tulian ini merupakan arsip yang dilansir kembali oleh DR Suryadi, dosen Univeritas Leiden Belanda. Sumber tulisan adalah berasal dari majalah Aliran Islam. Suara Kaum Progresif Berhaluan Radikal [Nomor Madiun Affair], No. 52 TAHUN KE VII, SEPTEMBER 1953: 26-28, 39.

Ejaan disesuaikan. Angka dalam tanda “{ }” merujuk pada halaman asli majalahnya. Kata-kata dalam tanda “[ ]” dan cetak miring merupakan tambahan dari penyalin. Cetak tebal mengikut teks aslinya. 

Begini tulisan itu selengkapnya yang kami muat dalam beberapa bagian:

-------------

 

AIR MATA DAN DARAH DALAM PEMBERONTAKAN KOMUNIS MADIUN 

Oleh Sjarif Usman

Dapatkah keamanan dipulihkan dan hukum dijalankan kalau kaum pemberontak dibiarkan secara aman memerankan rolnya?

Musuh dari luar

Pada bulan September 1948, persiapan-persiapan Belanda untuk melakukan penyerangan terakhir buat menghancurkan Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta hampir selesai.

Dari sudut politik, Belanda telah mengepung RI dengan negara-negara boneka yang mereka bentuk, yaitu Jawa Timur dan Negara Pasundan. Blokade ekonomi pun dijalankan dengan sangat rapat sekali, baik dari darat ataupun dari laut. Republik Indonesia hampir tak kuat lagi menentang pengepungan itu.

Tentara Belanda telah dipusatkan di garis-garis demarkasi. Seluruh persenjataan, meriam-meriam dan tank-tank besar, [siap] sedia menunggu perintah melangkahi garis demarkasi, menyerbu daerah Republik sampai ke Yogyakarta. Karena dengan itu tamatlah riwayat RI menurut pikiran Belanda.

Dalam suasana serupa itu, meletuslah pemberontakan kaum Komunis di Madiun (18-9-1948) terhadap Republik Indonesia, tak obahnya dengan orang yang sedang berjuang menghadapi lawan, tiba-tiba ditikam dari belakang dengan pisau belati.

Komunis lawan Non-Komunis

Sebelum pecahnya pemberontakan Komunis Madiun, pertentangan partai-partai di Yogyakarta hebat benar. Pertentangan itu dapat dibagi kepada dua blok, yaitu:

Komunis dan kawan-kawannya

Masyumi-P.N.I. dan kawan-kawannya

Pertentangan terletak dalam tujuan dan strategi serta taktik perjuangan.

Komunis dan kawan-kawannya ingin membawa Indonesia  ke bawah pimpinan Sovyet Rusia yang dikendalikan dari Moskow, dan Indonesia harus mematuhi itu, sebagaimana negara-negara Komunis yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam akhir pidato Muso, pemimpin pemberontak Madiun pada tanggal 8 September 1948 dalam satu rapat raksasa PKI di Madiun, yang berbunyi sebagai berikut:

Sovyet Rusia adalah pemimpin revolusi dunia, [dan] Revolusi kita adalah bagian dari padanya; jadi kita berada di bawah pimpinan Sovyet Rusia. Jika kita berada di pihak Rusia, maka adalah kita benar.

Blok yang satu lagi terdiri dari Masyumi-PNI dan kawan-kawannya. Blok ini berpendirian bahwa bangsa Indonesia berjuang menuju kemerdekaannya atas kemauan dan pimpinannya sendiri. Indonesia yang merdeka tidak usah dipimpin Rusia atau Amerika, tetapi harus memimpin sendiri sebagai bangsa yang merdeka.

Tetapi Komunis mencap orang-orang yang tidak mau takluk ke bawah Moskow [sebagai] kaki tangan imperialis Amerika.{26}

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement