Jumat 02 Oct 2020 04:00 WIB

GAPKI Sayangkan Maraknya Produk dengan Label Palm Oil Free

Label tanpa minyak sawit memberi kesan bahwa produk tersebut lebih sehat.

produk berlabel tanpa sawit (palm oil free) pertama kali ditemukan di rak sebuah swalayan di Jakarta pada 2016.
Foto: EPA
produk berlabel tanpa sawit (palm oil free) pertama kali ditemukan di rak sebuah swalayan di Jakarta pada 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, HULU SUNGAI SELATAN -- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyayangkan masih maraknya produk dengan label Palm Oil Free (POF) atau tanpa minyak sawit di Indonesia. Ia mengatakan bahwa tidak hanya produk dalam negeri, namun juga produk yang diimpor atau dijual dari luar negeri melalui platform jual beli daring.

Joko menyebut, produk berlabel tanpa sawit pertama kali ditemukan di rak sebuah swalayan di Jakarta pada 2016. Sejak saat itu, ditemukan produk-produk lain yang juga berlabel sama. 

Baca Juga

"Tren ini kemudian bergulir ke produk industri rumahan di Indonesia, tanpa mereka tahu bahwa informasi tersebut menyesatkan dan merupakan kampanye negatif kelapa sawit Indonesia," kata Joko dalam bincang-bincang virtual #INApalmoil, Kamis.

Joko menjelaskan, stiker tanpa minyak sawit memberi kesan bahwa produk tersebut lebih sehat. Informasi lainnya yang menyesatkan dan merupakan bagian dari kampanye negatif kelapa sawit.

Mengingat saat ini juga beredar produk berstiker tersebut di platform jual beli daring yang dikirim dari luar negeri, menurut Joko ini harus ada mekanisme pengawasan. Di samping itu, sanksi yang tegas juga harus diberlakukan.

Deputi III Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Reri Indriani, menyebutkan, secara aturan label Palm Oil Free bertentangan dengan pasal 67 poin 1 peraturan BPOM Nomor 31 tahun 2008 tentang label pangan olahan.

"Secara Internasional Codex Alimentarius (2017) menyatakan label olahan dilarang memuat informasi yang salah atau menyesatkan," katanya.

Menurut Reri, aturannya jelas pangan olahan yang secara alami tidak mengandung komponen tertentu, maka dilarang memuat klaim bebas memuat komponen tersebut. Kecuali dari awal sudah mengandung komponen tersebut, lalu dengan satu proses dilakukan pengurangan maka diperbolehkan seperti misalnya terjadi pada produk susu dalam kemasan.

Berkembangnya perdagangan melalui platform online menjadi tantangan tersendiri, karena kini produk dari luar negeri bisa masuk ke Indonesia dengan lebih bebas. Selain pencantuman label POF, dari cyber patrol juga menemukan pelanggaran yang lebih tinggi, yakni tidak memiliki izin edar, sehingga dikenakan pasal berlapis.

"Mengenai sanksi denda dan lainnya terhadap penjual maupun pembeli produk berlabel POF maka BPOM akan mengkaji hal tersebut,” kata Reri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement