Kamis 01 Oct 2020 16:17 WIB

OJK Catat Restrukturisasi Kredit BPR-BPRS Senilai Rp 16 T

Jumlah restrukturisasi kredit bersumber dari restrukturisasi UMKM dan nonUMKM

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat realisasi restrukturisasi kredit industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebesar Rp 16,83 triliun hingga 25 Agustus 2020.
Foto: MOHAMMAD AYUDHA/ANTARA FOTO
Ilustrasi Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat realisasi restrukturisasi kredit industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebesar Rp 16,83 triliun hingga 25 Agustus 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat realisasi restrukturisasi kredit industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebesar Rp 16,83 triliun hingga 25 Agustus 2020. Adapun jumlah restrukturisasi kredit bersumber dari restrukturisasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Rp 11,77 triliun dan nonUMKM sebesar Rp 5,06 triliun.

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto mengatakan dari total nilai restrukturisasi kredit bersumber dari 1.282 BPR, terdiri dari 1.163 BPR konvensional dan 119 BPRS.

Baca Juga

“Realisasi jumlah debitur (yang direstrukturisasi) mencapai 331 ribu debitur, yang terdiri dari 275 ribu debitur UMKM dan 56 ribu debitur nonUMKM,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (1/10).

Menurutnya OJK berupaya menjaga keberlangsungan industri BPR untuk mendorong penyaluran kredit BPR ke sektor UMKM. Adapun beberapa panduan telah diterbitkan OJK dalam rangka meningkatkan peran BPR kepada sektor produktif.

“Pertama skema kerjasama perbankan kredit UMKM (KPKU). Yakni, sinergi bank umum konvensional dan BPR dalam bentuk kerja sama pembiayaan yang saling menguntungkan agar semakin banyak masyarakat, khususnya sektor UMKM yang dibiayai,” ucapnya.

Kedua, lanjut Anung, skema APEX BPR yaitu kerjasama keuangan dan bantuan teknis antara BPR dengan bank umum yang menjalankan fungsi sebagai APEX. Selanjutnya skema kredit sektor produktif yang merupakan panduan penyaluran kredit ke sektor produktif bagi BPR dengan pendekatan value chain financing (VCF).

“Kemudian, ada generic model atau kredit/pembiayaan untuk melawan rentenir. Jadi artinya nanti, BPR harus lebih agile dan lebih lincah, selincah para rentenir itu memberikan kredit. Tentunya dengan mitigasi yang sangat memadai. Oleh karena itu, know your datas, know your landscape, know your ecosystem itu perlu dilakukan oleh teman-teman BPR,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement