Kamis 01 Oct 2020 09:51 WIB

Rusia Kecam Penggunaan Teroris Asing di Nagorno-Karabakh

Rusia sebut milisi bersenjata dari Libya dan Suriah dikirim ke Nagorno-Karabakh

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Foto selebaran yang disediakan oleh Kementerian Luar Negeri Armenia menunjukkan kehancuran setelah perkelahian dii Republik Nagorno-Karabakh, di perbatasan Armenia dan Azerbaijan, pada 27 September 2020 (dikeluarkan 28 September 2020). Menurut laporan media, Armenia telah memberlakukan darurat militer dan mobilisasi militer total setelah bentrokan meletus dalam konflik teritorial antara Armenia dan Azerbaijan di Republik Nagorno-Karabakh, dengan kedua belah pihak melaporkan kematian warga sipil setelah penembakan, artileri dan serangan udara di sepanjang garis depan. Menurut laporan pada 28 September, Presiden Azeri Ilham Aliyev juga mengeluarkan keputusan tentang mobilisasi militer parsial.
Foto: EPA-EFE/ARMENIAN FOREIN MINISTRY PRESS OFFICE
Foto selebaran yang disediakan oleh Kementerian Luar Negeri Armenia menunjukkan kehancuran setelah perkelahian dii Republik Nagorno-Karabakh, di perbatasan Armenia dan Azerbaijan, pada 27 September 2020 (dikeluarkan 28 September 2020). Menurut laporan media, Armenia telah memberlakukan darurat militer dan mobilisasi militer total setelah bentrokan meletus dalam konflik teritorial antara Armenia dan Azerbaijan di Republik Nagorno-Karabakh, dengan kedua belah pihak melaporkan kematian warga sipil setelah penembakan, artileri dan serangan udara di sepanjang garis depan. Menurut laporan pada 28 September, Presiden Azeri Ilham Aliyev juga mengeluarkan keputusan tentang mobilisasi militer parsial.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan sejumlah milisi bersenjata dari Libya dan Suriah dikirim ke Nagorno-Karabakh. Wilayah itu merupakan perbatasan Armenia dan Azerbaijan yang menjadi lokasi pertempuran kedua negara bertetangga itu dalam empat hari terakhir.

Pada Kamis (1/10) Rusia meminta negara-negara yang terlibat dalam konflik tersebut untuk mencegah penggunaan 'teroris asing dan tentara bayaran'. Sebelumnya dua orang pemberontak Suriah mengatakan pada kantor berita Reuters bahwa Turki mengirim mereka untuk membantu Azerbaijan.

Baca Juga

Senin (28/9) lalu media Inggris the Guardian melaporkan salah seorang sumber milisi Suriah mengatakan banyak anggota kelompoknya mendaftar untuk bekerja di perusahaan keamanan swasta Turki sebagai penjaga perbatasan di Azerbaijan.

Tiga pria yang tinggal di daerah terakhir yang dikuasai pemberontak di Suriah mengatakan kemiskinan dan perang yang berlangsung hampir satu dekade membuat mereka tertarik untuk mendaftar bersama para pemimpin milisi untuk bekerja di perusahaan keamanan Turki. Perantara menjanjikan lowongan kerja di luar negeri.  

Mereka berharap dapat melakukan perjalanan melintasi perbatasan ke Turki sebelum diterbangkan ke Azerbaijan. Dua bersaudara yang tinggal di Azaz, Muhammad dan Mahmoud, mengatakan mereka dipanggil ke kamp militer di Afrin pada 13 September lalu. Keduanya meminta nama mereka disamarkan karena sensitifnya masalah ini.

Sesaat setelah tiba mereka diberitahu oleh seorang komandan di divisi Sultan Murad yang didukung Turki ada pekerjaan untuk menjaga pos pengamatan dan fasilitas minyak dan gas di Azerbaijan dengan kontrak tiga atau enam bulan. Mereka akan mendapatkan upah sebesar tujuh hingga 10 ribu lira Turki per bulan. Upah itu jauh lebih besar daripada yang bisa mereka hasilkan di kampung halaman.

Komandan itu tidak memberitahu pekerjaan apa yang akan mereka dilakukan, berapa lama, atau kapan mereka akan berangkat. Orang-orang itu juga tidak tahu bekerja untuk perusahaan Turki yang mana atau siapa yang akan membayar gaji mereka.

"Komandan mengatakan kami tidak akan berperang, hanya membantu menjaga beberapa daerah. Gaji kami di sini tidak cukup untuk hidup, jadi kami melihatnya sebagai peluang besar untuk menghasilkan uang," kata Mohammad kepada the Guardian.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement