Kamis 01 Oct 2020 08:58 WIB

Ekonomi AS Berpotensi Kontraksi Secara Tahunan

Kontraksi ekonomi tahunan ini menjadi yang pertama kalinya sejak 2008.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Amerika.
Foto: EPA
Bendera Amerika.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Perekonomian Amerika Serikat (AS) akan turun ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya pada musim semi. Bahkan dengan rebound yang diharapkan pada kuartal ketiga, ekonomi Negeri Paman Sam kemungkinan akan menjadi penyusutan terdalam pada tahun ini yang pernah terjadi sejak Great Recession.

Menurut data Departemen Perdagangan, Produk Domestik Bruto (PDB), total output barang dan jasa ekonomi, turun pada tingkat 31,4 persen pada kuartal April-Juni. Realisasi itu sedikit berubah dari penurunan 31,7 persen yang disebutkan pemerintah pada bulan lalu.

Baca Juga

Revisi sedikit ke atas dalam laporan ini mencerminkan, adanya penurunan belanja konsumen yang lebih sedikit dibandingkan prediksi semula. Bulan lalu, pemerintah memperkirakan konsumsi rumah tangga kontraksi 31,4 persen yang direvisi menjadi 33,2 persen. Meski membaik, penurunan ini tetap menjadi rekor terdalam.

Outlook terakhir dari pemerintah pada kuartal kedua menunjukkan penurunan tiga kali lipat lebih dalam dibandingkan kontraksi 10 persen pada kuartal pertama tahun 1958. Saat itu, ketika Dwight Eisenhower menjabat sebagai presiden, ekonomi AS mengalami kontraksi terbesar sepanjang sejarah mereka.

Seperti dilansir di AP, Rabu (30/9), para ekonom percaya, ekonomi akan rebound pada kuartal ketiga di level 30 persen dibandingkan kuartal sebelumnya. Keyakinan ini seiring dengan pembukaan kembali aktivitas bisnis dan jutaan orang sudah kembali bekerja. Ini akan memecahkan pertumbuhan kuartalan terbesar, melampaui rekor 16,7 persen pada kuartal pertama 1950, ketika Harry Truman menjadi presiden.

Dengan realisasi yang ada sejauh ini, para ekonom memperkirakan, PDB AS sepanjang 2020 akan turun sekitar empat persen. Ini menjadi penurunan tahunan pertama dalam PDB AS sejak kontraksi 2,5 persen pada 2009 yang dipicu krisis keuangan 2008.  

Kuartal ketiga menjadi tumpuan AS. Tapi, pemerintah AS tidak akan merilis laporan PDB kuartal ketiga hingga 29 Oktober, hanya lima hari sebelum pemilihan presiden.

Sementara itu, Presiden Donald Trump mengandalkan rebound ekonomi untuk meyakinkan para pemilih untuk memberinya masa jabatan kedua. Pemerintahan Trump memperkirakan, pertumbuhan yang solid di kuartal mendatang akan memulihkan semua output yang hilang akibat pandmei Covid-19.

Para ekonom mengatakan, harapan itu sulit direalisasikan. Mengharapkan ekonomi kembali tumbuh positif pada tahun ini membutuhkan proses yang panjang. Bahkan, tidak menutup kemungkinan juga, PDB kembali menyusut apabila tidak ada dukungan pemerintah lebih lanjut.

Para ekonom memperkirakan, pertumbuhan akan melambat secara signifikan hingga kuartal keempat dengan angka empat persen. Tapi, AS dapat jatuh kembali ke resesi apabila Kongres gagal meloloskan kebijakan stimulus tambahan atau jika ada gelombang penyebaran Covid-19 berikutnya.

Kepala Ekonom di PNC Financial Services Gus Faucher mengatakan, banyak risiko yang masih menghantui AS. "Kita masih menghadapi sejumlah risiko penurunan yang signifikan karena pandemi," ucapnya.

Kepala Ekonom AS di Oxford Economics Gregory Daco mengatakan, pertanyaan utama saat ini adalah seberapa kuat pasar tenaga kerja bisa menghadapi kuartal keempat. Pasalnya, momentum ekonomi mulai ‘dingin’, stimulus fiskal berakhir, musim flu semakin dekat dan ketidakpastian pemilu meningkat.

"Dengan prospek bantuan fiskal tambahan yang sangat rendah, para konsumen, bisnis dan pemerintah daerah harus berjuang sendiri dalam beberapa bulan mendatang," kata Daco.

Sepanjang tahun ini, ekonomi AS turun pada tingkat lima persen pada kuartal pertama, menandakan berakhirnya ekspansi ekonomi hampir 11 tahun yang menjadi terpanjang dalam sejarah AS.

Kontraksi pada kuartal pertama diikuti dengan penyusutan kembali pada kuartal kedua sebesar 31,4 persen yang semula diperkirakan turun 32,9 persen pada dua bulan lalu dan direvisi kembali menjadi 31,7 persen pada bulan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement