Rabu 30 Sep 2020 17:39 WIB

Pembuktian Ilmiah Isyarat Alquran dan Kriteria Membacanya

Terdapat sejumlah isyarat ilmiah dalam Alquran dan kriteria membacanya.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Kepala LPMQ Muchlis M Hanafi menyatakan terdapat sejumlah isyarat ilmiah dalam Alquran dan kriteria membacanya.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kepala LPMQ Muchlis M Hanafi menyatakan terdapat sejumlah isyarat ilmiah dalam Alquran dan kriteria membacanya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ayat-ayat Alquran banyak yang mengandung isyarat ilmiah dan telah terbukti kebenarannya di era modern. 

Hal ini di antara kesimpulan Seminar Internasional bertema 'Menyingkap Mukjizat Ilmiah Alquran' yang diselenggarakan Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat kementerian Agama (Kemenag) secara virtual pada Rabu (30/9).

Baca Juga

Kepala LPMQ, Dr KH Muchlis M Hanafi, menyampaikan LPMQ Bidang Pengkajian Alquran telah menghasilkan beberapa produk di antaranya Ensiklopedia Tafsir Ilmi sebanyak 19 buku. Terkait tafsir sainstifik yang sedang dibicarakan ini, Kemenag melihat bahwa manusia modern memerlukan pencerahan tentang kemukjizatan Alquran.

"Di dalam Alquran terdapat sejumlah ayat yang mengandung isyarat ilmiah dan terbukti kebenarannya setelah ditemukan berbagai penemuan ilmiah di era modern," kata Kiai Muchlis saat menjadi narasumber Seminar Internasional yang diselenggarakan LPMQ secara virtual, Rabu (30/9).

 

Ia menjelaskan, tafsir ilmi hanya sebuah upaya dengan segala keterbatasan manusia untuk mengungkap kemukjizatan Alquran yang menunjukkan bahwa Alquran adalah benar wahyu dari Allah SWT. Kalau dulu para ulama Islam melalui ilmu kalam memperkenalkan Allah dengan teori filsafat seperti jauhar dan 'ardh.  

Sekarang dengan ditemukannya berbagai penemuan ilmiah yang ternyata sejalan dengan informasi Alquran, seakan Allah menjelma di era modern. Maka tafsir ilmi dapat menjadi ilmu kalam baru di era ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ia menjelaskan, tafsir ilmi Kemenag bercirikan hasil kerja kolektif atau ijtihad kolektif. "Bukan hasil karya perorangan tetapi hasil kerja sebuah tim yang terdiri dari banyak pakar di berbagai bidang ilmu pengetahuan baik agama maupun sains," ujarnya. 

Kiai Muchlis mengatakan, secara resmi Kemenag bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai koordinator para pakar di bidang sains sejak tahun 2005 hingga 2016. Tim terdiri dari dua kelompok pakar. Pertama, pakar di bidang ilmu-ilmu keislaman dan bahasa Arab atau tim syari. Kedua pakar di bidang sains dan ilmu pengetahuan atau tim kauniy.  

Dalam kerja kajian dan penyesuaian tafsir ilmi, tim berpedoman pada beberapa prinsip. Pertama, memperhatikan hasil-hasil penafsiran dari Rasulullah SAW selaku pemegang otoritas tertinggi, para sahabat, tabiin dan para ulama tafsir, terutama yang menyangkut ayat yang akan dipahaminya.  

"Kedua, memperhatikan arti dan kaidah kebahasaan. Ketiga memperhatikan konteks ayat yang sedang ditafsirkan sebab ayat-ayat dan surah Alquran bahkan kata dan kalimatnya saling berkorelasi sehingga pemahaman suatu ayat harus komprehensif, tidak parsial," jelasnya. 

Kiai Muchlis mengatakan, prinsip keempat, tidak menggunakan ayat-ayat yang mengandung isyarat ilmiah untuk menghukumi benar atau salahnya sebuah hasil penemuan ilmiah. Alquran mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dari sekadar membenarkan atau menyalahkan teori-teori ilmiah.

Kelima seseorang yang hendak memahami isyarat-isyarat ilmiah hendaknya memahami betul segala sesuatu yang menyangkut objek bahasan ayat termasuk penemuan-penemuan ilmiah yang berkaitan dengannya. Keenam tidak menggunakan penemuan-penemuan ilmiah yang masih bersifat teori dan hipotesis sehingga dapat berubah.  

"Sebab teori tidak lain adalah hasil sebuah pukul rata terhadap gejala alam yang terjadi, begitu pula hipotesis yang masih dalam taraf uji coba kebenarannya, yang digunakan hanyalah yang telah mencapai tingkat hakikat kebenaran ilmiah yang tidak bisa ditolak lagi oleh akal manusia," kata Kiai Muchlis. 

Pada poin ini, ia menegaskan bahwa pada setiap zaman memiliki upaya sendiri-sendiri, dulu para ulama memperkenalkan teologi tentang wujud Allah, kekuasaan Allah dan lain sebagainya melalui teori-teori filsafat yang dikenal dalam ilmu kalam tentang jauhar, 'ardh, dan lain sebagainya. 

"Saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern yang dalam banyak hal ditemukan kesesuaiannya dengan apa yang ada dalam Alquran, kita melihat seakan Allah menjelma di era ilmu pengetahuan modern ini, oleh karena itu kita berharap tafsir ilmi ini bisa menjadi sebuah ilmu kalam baru yang berperan dalam memperkenalkan Allah SWT kepada manusia modern," jelasnya.  

Seminar internasional ini mengundang narasumber dari berbagai negara di antaranya Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Ali Akbar, Dosen Universitas Hasan II Casablanca dan Kepala Pusat Studi Alquran di Maroko Mohamed El Mantar, Dekan Fakultas Ushuludin Universitas Al-Azhar Mesir, Prof Abdul Fattah, Kepala LAPAN Prof Thomas Djamaludin, Pembantu Professor Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA), Dayang Hajah Sarinah binti Yahya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement