Rabu 30 Sep 2020 07:31 WIB

Harga Tembakau Anjlok, Bupati Temanggung Angkat Bicara

Tahun 2020 merupakan tahun paling parah dalam sejarah pertembakauan di Temanggung.

Rep: my33/my32/ Red: Fernan Rahadi
Warga menjemur tembakau rajangan di kawasan lembah Gunung Sumbing, Desa Kledung, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (21/8/2020). Menurut petani setempat, harga jual tembakau tahun ini lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yaitu untuk grade D hanya laku Rp 35 ribu per kilogram dibanding tahun lalu yang mencapai Rp 50 ribu per kilogram.
Foto: Antara/Anis Efizudin
Warga menjemur tembakau rajangan di kawasan lembah Gunung Sumbing, Desa Kledung, Temanggung, Jawa Tengah, Jumat (21/8/2020). Menurut petani setempat, harga jual tembakau tahun ini lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yaitu untuk grade D hanya laku Rp 35 ribu per kilogram dibanding tahun lalu yang mencapai Rp 50 ribu per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, TEMANGGUNG -- Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi salah satu industri yang terpukul keras akibat pandemi Covid-19 sejak pertengahan tahun ini. Ditambah lagi, pemerintah telah menaikkan tarif cukai rokok secara signifikan pada awal tahun 2020. Kedua hal ini telah menurunkan daya beli masyarakat yang mengakibatkan penjualan tembakau pun ikut anjlok.

Dalam Webinar Virtual yang digelar Forum for Socio-Economi Studies (FOSES), Selasa (29/9) kemarin, Bupati Temanggung, Jawa Tengah, Muhammad Al Khadziq meminta pemerintah pusat ikut turun tangan mengatasi masalah yang tidak menguntungkan petani tembakau lokal ini. 

Menurutnya, tahun 2020 merupakan tahun paling parah dalam sejarah pertembakauan di Temanggung. Harga jual tembakau hanya berkisar Rp 35 ribu hingga yang paling tinggi Rp 95 ribu. Padahal biasanya harga tembakau di Temanggung minimal Rp 70 ribu. Bahkan tembakau dengan kualitas paling bagus, Srintil, berkisar Rp 350 ribu hingga Rp 700 ribu per kilogram.

Setelah melakukan komunikasi dan riset di lapangan, Pemkab Temanggung menyimpulkan terdapat berbagai penyebab anjloknya harga tembakau. Pertama adalah cuaca yang kurang mendukung serta pabrik yang terkesan ogah-ogahan menyerap kuota pembelian tembakau dari para petani. 

Adapun alasan utama dari pabrik-pabrik tersebut menurunkan kuota pembelian tembakau adalah kenaikan harga cukai serta turunnya penjualan tembakau.  "Terjadi penurunan 15 sampai 20 persen. Panen tembakau kini sudah hampir selesai. Namun hasil panen tersebut masih banyak menumpuk di rumah-rumah para petani," tuturnya dalam webinar bertema "Ancaman Eksistensi Bisnis Industri Hasil Tembakau (IHT) di Tengah Rencana Pembangunan Nasional" tersebut.

Penyerapan bahan baku tembakau saat ini merupakan salah satu upaya dalam melakukan pemulihan ekonomi di wilayah yang menggantungkan hidupnya dari usaha pertanian dan perkebunan ini.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji mengatakan sangat keberatan dengan keadaan ini dan berharap pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong kompetisi pembelian dan penyerapan tembakau di tingkat lokal.

"Kami dari petani tembakau hanya memiliki satu permintaan kepada pemerintah pusat. Seperti bagaimana kebijakan agar industri dapat menyerap dan membantu hasil petani nasional atau lokal," ungkapnya.

Agus juga berharap ketika ada kenaikan cukai pemerintah mampu membuat sandingan infrastruktur kebijakan yang lain. "Kami mengusulkan ke pak Presiden (Joko Widodo) kemudian juga ke pak Bupati (Temanggung), bagaimana ketika cukai itu naik harus ada sandingan kebijakan infrastruktur lain tentang pengaturan importasi tembakau," ujar Agus.

Menanggapi kenaikan cukai, sejauh ini Pemkab Temanggung telah memberikan bantuan kepada para petani berupa dana hibah.

"Dalam hal ini pemerintah Temanggung memberikan dana hibah kepada 100 petani tembakau dari 100 desa sebagai program jangka pendek yang sedang dijalankan oleh pemerintah Temanggung," kata Al Khadziq.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement