Rabu 30 Sep 2020 05:13 WIB

Pilkada Dilanjutkan, Komnas HAM Beri Tiga Catatan

Sebelumnya, Komnas HAM mendesak pilkada ditunda dengan alasan keselamatan warga.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Komposisi Baru. Wakil ketua Bidang Internal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Hairansyah
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Komposisi Baru. Wakil ketua Bidang Internal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Hairansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan sejumlah catatan terhadap kesepakatan antara pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu yang tetap melanjutkan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Sebelumnya, Komnas HAM mendesak pilkada ditunda dengan alasan kepentingan kesehatan dan keselamatan warga dari risiko penularan Covid-19.

"Walaupun kemudian keputusan politiknya DPR dan pemerintah serta KPU secara teknis akan tetap melaksanakan (pilkada) 9 Desember nanti dengan protokol kesehatan, kami tetap memberi catatan-catatan penting dalam proses itu," ujar Komisioner Komnas HAM Hairansyah dalam diskusi daring, Selasa (29/9).

Dia menyebutkan, tiga catatan Komnas HAM. Pertama, kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Kedua, Komnas HAM meminta setiap daerah penyelenggara pilkada menyiapkan tenaga dan fasilitas kesehatan yang mencukupi.

Ketiga, Komnas HAM berharal penyelenggara pilkada di daerah menyiapkan rencana darurat apabila terjadi hal-hal yang tak diinginkan selama tahapan pemilihan. Dengan demikian, kata Hairansyah, tidak hanya soal pelayanan atas hak dipilih dan memilih.

"Tapi di sisi lain adalah hak atas hidup, kesehatan, dan hak atas rasa aman itu dipastikan," lanjut dia.

Hairansyah mengatakan, Komnas HAM telah meminta pemangku kepentingan menunda pilkada sementara karena pandemi Covid-19. Sebab, setiap kegiatan pilkada berpotensi memicu kerumunan massa yang berisiko terjadinya penyebaran virus corona.

Kerumunan massa pun terjadi saat pendaftaran pasangan calon pada 4-6 September lalu. Padahal, sejumlah pihak sudah mengimbau peserta pilkada mematuhi ketentuan protokol kesehatan pencegahan Covid-19, tetapi iringan-iringin pendukung masih dilakukan di sejumlah wilayah oleh ratusan pasangan calon.

Hal itu membuat Komnas HAM juga mengkhawatirkan regulasi pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19. Sebab, Undang-Undang tentang Pilkada yang saat ini berlaku tidak mengatur mekanisme pelaksanaan pilkada dalam kondisi pandemi.

"Ini berpotensi untuk menimbulkan berbagai macam silang sengketa dan kemudian juga akan berhadapan dalam situasi gugatan-gugatan yang mungkin muncul dengan mendasarkan pada situasi pandemi yang ada," jelas Hairansyah.

Di sisi lain, lanjut dia, sejumlah penyelenggara pilkada dari tingkat pusat hingga jajaran badan ad hoc dinyatakan positif Covid-19. Dengan demikian, ia mengingatkan agar protokol kesehatan benar-benar diterapkan selama menjalankan proses demokrasi.

"Itu tetap menjadi bagian penting juga, tapi di sisi lain kembali lagi kepada jangkarnya itu adalah asasi manusia yang tertinggi di mana kesehatan atau keselamatan publik yang harus menjadi perhatian," tutur dia.

Hairansyah pun menyinggung peristiwa wafatnya ratusan petugas penyelenggara Pemilu 2019 lalu yang diduga karena kelelahan menggelar pemilihan serentak. Dalam situasi pandemi Covid-19 ini, ia berharap peristiwa tersebut tidak terulang kembali di Pilkada 2020.

"Kita memiliki pengalaman 2019 di mana ratusan penyelenggara baik KPU, Bawaslu maupun petugas KPPS sampai 500 atau lebih yang kemudian kelelahan dan ada yang meninggal dunia. Ini tentu kita harapkan tidak terjadi lagi," ucap dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement