Selasa 29 Sep 2020 15:24 WIB

Bank Dunia Revisi Proyeksi Ekonomi RI, Ini Kata Kemenkeu

Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini minus dua hingga 1,6 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi
Foto: Republika
Pertumbuhan ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, proyeksi terbaru Bank Dunia terhadap kontraksi ekonomi Indonesia tahun ini sejalan dengan asesmen pemerintah.

Dalam publikasi East Asia and Pacific Economic Update October 2020 yang rilis pada Selasa (29/9), Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan berada pada kisaran negatif dua persen hingga 1,6 persen. Angka tersebut merevisi perkiraan Bank Dunia sebelumnya, sebesar nol persen.

"Secara umum, outlook Bank Dunia ini masih sejalan dengan asesmen Pemerintah terkini  yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam rentang -1,7 persen dan -0,6 persen," tutur Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Selasa.

Bank Dunia menilai berbagai faktor akibat eskalasi pandemi Covid-19, seperti pembatasan mobilitas, peningkatan risiko kesehatan, dan pelemahan ekonomi global telah memberikan tekanan terhadap permintaan domestik. Baik itu dari sisi aktivitas konsumsi maupun investasi.

Di sisi lain, kondisi permintaan domestik yang masih relatif lemah tersebut menahan indikator makro lainnya tetap terjaga, yakni inflasi sebesar 2,1 persen. Selain itu, defisit neraca transaksi berjalan sekitar 1,3 persen terhadap PDB.

Pada dua tahun mendatang, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan melalui proses pemulihan, meskipun masih dibayangi risiko dan tantangan terkait keberhasilan penanganan pandemi Covid-19.

Pertumbuhan ekonomi pada 2021 diprediksi berada dalam rentang tiga hingga 4,4 persen, dan 5,1 persen pada 2022. Febrio menuturkan, perkiraan tersebut mempertimbangkan adanya dampak baseline yang rendah. Selain itu, adanya penurunan potensi pertumbuhan minus 0,6 poin persentase dibandingkan kondisi sebelum pandemi, konsekuensi dari investasi dan produktivitas yang lebih rendah.

Di samping indikator ekonomi, Bank Dunia juga menunjukkan asesmen indikator kesejahteraan. Khususnya angka kemiskinan ekstrim yang diproyeksi kembali meningkat untuk pertama kalinya sejak 2006.

Kemiskinan ekstrim meningkat dari 2,7 persen di 2019 menjadi tiga persen pada 2020. Angka itu didapatkan berdasarkan garis kemiskinan 1,9 dolar AS perkapita perhari atau basis Paritas Daya Beli/ PPP pada 2011).

Di Indonesia sendiri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan dengan kemampuan penduduk dalam pemenuhan kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Menurut rilis BPS, Covid-19 telah menyebabkan angka kemiskinan naik menjadi 9,8 persen pada Maret 2020. Angka kemiskinan ini mengembalikan level kemiskinan Indonesia seperti pada dua tahun silam.

Bank Dunia menekankan pentingnya upaya mitigasi pemerintah mengatasi lonjakan angka kemiskinan tersebut.

Febrio mengatakan, sebagai respon pemerintah, mayoritas masyarakat kelompok 40 persen pendapatan terendah telah mendapat dukungan pemerintah melalui Program Pemulihan  Ekonomi Nasional (PEN). Di antaranya dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), bantuan/pembiayaan usaha, maupun subsidi listrik.

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 203,9 triliun atau sekitar 0,9 persen terhadap PDB untuk JPS. "Bantuan ini bahkan tidak hanya menyasar masyarakat 40 persen terbawah namun juga kelas menengah yang terdampak melalui berbagai program, seperti Program Kartu Pra Kerja dan Program Padat Karya," kata Febrio.

Bank Dunia juga menganjurkan peningkatan efektivitas JPS menjadi fokus evaluasi dan perbaikan pemerintah ke depan. Pasalnya, implementasi program JPS perlu dilakukan secara optimal, tepat sasaran dan cakupan memadai untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan.

Menanggapi publikasi Bank Dunia tersebut, Febrio menyebutkan, pemerintah memandang hal ini sebagai catatan dan masukan penting dalam upaya mendorong efektivitas implementasi dan evaluasi program PEN. Baik dalam penanganan pandemi maupun implementasi program-program dukungan pemerintah terhadap masyarakat dan dunia usaha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement