Selasa 29 Sep 2020 05:00 WIB

TPNPB OPM: Hentikan Perpanjangan Otsus Papua Jilid II

Peringatan tersebut dia tujukan kepada mereka yang bekerja dengan pemerintah.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
[ilustrasi] Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) berpose dengan latar bendera Bintang Kejora.
Foto: Dok TPNPB
[ilustrasi] Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) berpose dengan latar bendera Bintang Kejora.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM), Sebby Sambom, memperingatkan pejabat di struktur pemerintahan untuk menghentikan niat mereka memperpanjang Otonomi Khusus (Otsus) Papua Jilid II. Ia menyebut otsus kedua setelah 20 tahun pertama itu tidak dikehendaki rakyat Papua.

"Peringatan kami segera hentikan niat busuk anda untuk memperpanjang Otsus Jilid II karena itu bukan dikehendaki oleh rakyat bangsa Papua," ujar Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, melalui video yang Republika terima, Senin (28/9).

Baca Juga

Peringatan tersebut dia tujukan kepada mereka yang bekerja dengan pemerintah, mulai dari tingkat gubernur hingga tingkat kepala desa. Dalam video itu, Sebby mengaku berbicara atas nama panglima tinggi TPNPB, rakyat bangsa Papua, Tuhan, alam, dan nama leluhur bangsa papua. 

Dalam video berdurasi 114 detik itu pula, Sebby meminta Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw, menghentikan perbuatannya menghalangi para demonstran damai. Paulus, kata dia, juga selalu mengejar, menangkap, menyiksa serta menahan para aktivis.

Kemudian, Sebby juga mengatakan, ia meminta Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), John Wempi Wetipo, untuk menghentikan niat bekerja sama dengan TNI-Polri membangun markas militer di seluruh tanah Papua. "Juga kepada semua orang asli Papua yang cari makan (di) Indonesia menjual pejuang-pejuang, segera hentikan niat busuk Anda. Sebab Anda semua aset kami bangsa Papua setelah Papua merdeka Anda juga siap bekerja di Negara Sosialis Republik Papua Barat," kata dia.

Sebelumnya, mantan bupati Jayapura, Habel Suwae, mengatakan, Otsus Papua dibentuk agar Papua dapat mengejar ketertinggalannya dari daerah lain. "Orang Papua asli di Indonesia ini memang tertinggal. Itu menurut UU Nomor 21 Tahun 2001. Berkaitan dengan itu, bagaimana orang asli Papua (OAP) itu bisa maju maka dalam UU Otsus itu ada tiga roh," jelas Habel dalam diskusi daring, Kamis (13/8).

Roh yang ia maksud adalah pembentukan program dengan memerhatikan tiga hal. Pertama, yakni program apapun yang dilakukan di tanah Papua harus bersifat keberpihakan untuk OAP. 

Kedua, program-program yang dibentuk harus bersifat melindungi orang Papua. Ketiga, program yang harus memberdayakan masyarakat.

Namun, ia menilai, tujuan mengejar ketertinggalan dari UU Otsus Papua tersebut tidak tercapai dengan baik. Kondisi yang ada setelah hampir 20 tahun tak menunjukkan perubahan yang signifikan.

Menurut dia, jika melihat berdasarkan indikator makro seperti indeks pembangunan manusia, Papua terus-terusan tertinggal dari provinsi-provinsi lain yang ada di Indonesia. Melihat hampir 20 tahun tak ada perubahan signifikan, ia berpendapat, semua pihak harus berkata jujur bahwa permasalajan bukan hanya ada pada uang saja, melainkan ada masalah-masalah pada pemerintah daerahnya maupun pemerintah pusat.

Dia mengatakan, UU Ostus Papua adalah UU yang cukup baik, tetapi ada persoalannya pada bagaimana pengimplementasian dari UU itu, baik secara nasional oleh yang punya kewenangan di tingkat pusat dan juga yang diberi kewenangan di Papua. "Demikian mari kita jujur bebricara. Kita harus buka diri, bukan lagi waktunya saling menyalahkan kita boleh pro kontra, tapi saya katakan. Kita hanya ingin bermuara supaya kesejahteran masyarakat lebih bagus," ungkap dia. 

Selain itu, Habel meminta semua pihak untuk tidak menyamakan situasi di pulau Papua sama dengan di pulau Jawa, Sumatera, atau Sulawesi. Misalnya, ia mengatakan, kesulitan geografis sangat tinggi sehingga pembangunan infrastruktur tidak lantas menyelesaikan persoalan.

"Itu juga bagian yang harus kita maklumi di situ. 'Kan infrastruktur sudah dibangun?' Itu belum terhubung juga. Itu masih perlu diskusi lagilah," jelas dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement