Senin 28 Sep 2020 15:36 WIB

Hippindo: Industri Ritel Rugi Rp 200 Triliun Akibat PSBB

omset industri ritel mengalami penurunan sekitar 50 persen.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Aneka macam produk makanan dan minuman ditawarkan kepada pembeli di ritel swasta, Jakarta (ilustrasi). Industri ritel merugi akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Foto: Republika/ Wihdan
Aneka macam produk makanan dan minuman ditawarkan kepada pembeli di ritel swasta, Jakarta (ilustrasi). Industri ritel merugi akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyatakan, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terutama di Jakarta, berdampak besar terhadap industri ritel. Apalagi, PSBB kini kembali diperketat.

Ia menyebutkan, omset industri ritel mengalami penurunan sekitar 50 persen. Sebab sesuai peraturan pemerintah, kapasitas pusat perbelanjaan hanya boleh terisi 50 persen.

Baca Juga

"Angka (omset) kami setahun hampir Rp 400 triliun. Jadi rugi Rp 200 triliun, tapi biaya nggak bisa nutup," ujar Ketua Umum Hippindo Budiharjo Iduansjah dalam konferensi pers secara virtual, Senin (28/9).

Dirinya menuturkan, omset peritel mulai tumbuh saat masa transisi PSBB pada Juni sampai Agustus 2020. Saat itu peritel dibolehkan buka, namun pengunjung dibatasi hanya 50 persen.

"Pada Juni sampai Agustus kami mulai pengembalian omset, pencicilan terhadap semua pemasok juga. Kami harapkan, ke depan bisa jadi lebih baik," ujar Budi.

Sayangnya, lanjut dia, bulan ini PSBB ketat kembali diberlakukan di DKI Jakarta. Seluruh restoran tidak boleh makan di tempat. "Itu berpengaruh ke tenant lain, soalnya tidak mungkin orang ke mal tapi tidak ada kafe yang bisa dikunjungi, jadinya mereka urung ke mal," jelasnya.

Para pelaku ritel, lanjutnya, juga sudah merumahkan para karyawannya. "Kalau yang dirumahkan itu satu shift, biasanya dua shift. Saya belum dapat data detail baru, tapi yang dirumahkan mencapai 100 ribu karyawan, 90 perusahaan pun melaporkan berpotensi akan rumahkan karyawannya atau shifting sehingga berkurang pendapatannya," tutur Budi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement