Senin 28 Sep 2020 13:19 WIB

Pekan Ini, Jabar Fokuskan Pengetesan Covid-19 ke Pesantren

Pola PSBM dinilai efektif mengatasi Covid-19 di Jawa Barat. 

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Ratna Puspita
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Foto: Dok. Ridwan Kamil
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menurut Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Pemprov Jabar pekan ini akan memfokuskan pengetesan covid-19 ke pesantren. Untuk itu, Pemprov Jabar melakukan koordinasi terkait protokol kesehatan Covid 19 dengan Para pemilik pesantren dan 500 kiai. 

"Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum sudah memulai koordinasi kembali dalam menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 di pesantren bersama para pengelola pesantren dan ratusan kiai. Dalam minggu ini, pengetesan melalui swab test pun akan difokuskan di sejumlah pesantren," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil usai memimpin rapat Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat di Gedung Sate, Senin (28/9).

Baca Juga

Menurut Emil, saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah fokus terhadap satu klaster penyebaran Covid-19 di Kabupaten Kuningan, yakni di sejumlah pesantren. Salah satunya, ada 46 santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Husnul Khotimah di Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19.

"Sekarang,  di Jawa Barat ada klaster pesantren di Kuningan, yang minggu ini kita akan melakukan pengetesan massal sesuai pola, yaitu di wilayah Ciayumajakuning. Karena di beberapa wilayah tersebut terjadi yang namanya peningkatan kasus Covid-19," katanya.

Di Kabupaten Kuningan, kata dia, sudah dilakukan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) di tingkat lingkungan pesantren, desa, sampai kecamatan. Pola PSBM selama ini dinilai efektif mengatasi Covid-19 di Jawa Barat.

Terkait dengan klaster penyebaran Covid-19 di pesantren, menurut Emil, hal ini disebabkan oleh masih keluar-masuknya santri atau pengajar di lingkungan pesantren. Hal ini disebabkan pesantren tersebut pun memiliki sekolah umum yang santri dan pengajarnya tidak menetap atau bermukim di pesantren.

"Kalau yang sifatnya bermukim, itu relatif menurut laporan lebih terkendali. Tapi ada kasus-kasus, di mana tercampur dengan yang sifatnya sekolah umum, dan orangnya tidak bermukim di wilayah pesantren itu," kata Emil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement