Senin 28 Sep 2020 12:59 WIB

Uji Klinis Vaksin Tanpa Efek Berat

Pemerintah terus memantau kesiapan PT Bio Farma yang akan menjadi produsen vaksin.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolandha
Proses perencanaan produksi vaksin Covid-19 hasil kerja sama PT Bio Farma dan Sinovac semakin matang. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa proses uji klinis tahap III terhadap calon vaksin Covid-19 berjalan lancar. Bahkan tidak ditemukan adanya efek samping yang berat.
Foto: AP Photo/Hans Pennink
Proses perencanaan produksi vaksin Covid-19 hasil kerja sama PT Bio Farma dan Sinovac semakin matang. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa proses uji klinis tahap III terhadap calon vaksin Covid-19 berjalan lancar. Bahkan tidak ditemukan adanya efek samping yang berat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses perencanaan produksi vaksin Covid-19 hasil kerja sama PT Bio Farma dan Sinovac semakin matang. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa proses uji klinis tahap III terhadap calon vaksin Covid-19 berjalan lancar. Bahkan tidak ditemukan adanya efek samping yang berat. 

"Berdasarkan komunikasi dengan tim uji klinis dengan Prof Kusnadi dan timnya,  bahwa sampai saat ini uji klinis berjalan dengan lancar dan tidak diperoleh laporan efek yang berat. Jadi intinya dapat berjalan dengan lancar dan sejauh ini hasilnya baik," ujar Retno merujuk pada penjelasan Kusnadi Rusmil selaku Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 di Bandung, Senin (28/9). 

Baca Juga

Pemerintah, ujar Retno, juga terus memantau kesiapan PT Bio Farma yang akan menjadi produsen vaksin hasil kerja sama dengan Sinovac asal China. Tim ahli dari Sinovac sendiri telah melakukan tinjauan lapangan ke pabrik milik Bio Farma pada pekan lalu. 

Bio Farma menyiapkan dua lokasi produksi, yakni Gedung nomor 21 sebagai sentra produksi vaksin dengan Sinovac dan Gedung nomor 43 yang akan digunakan untuk memproduksi kandidat vaksin dari CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations). Kapasitas produksi Bio Farma juga telah dinaikkan dari 100 juta dosis per tahun menjadi 250 juta dosis per tahun.  

"CEPI ini adalah vaksin yang melalu mekanisme multilateral, dan juga kandidat vaksin lainnya," kata Retno. 

Sebagai respons atas kunjungan tim ahli Sinovac ke Bandung, perwakilan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga melakukan 'onsite visit' ke laboratorium Sinovac di Beijing, China. BPOM, ujar Retno, perlu memastikan calon vaksin yang diproduksi telah memenuhi standar keamanan, efikasi, dan kualitas. 

Selain menjalin koordinasi dengan Sinovac, pemerintah juga masih menjaga hubungan dengan pabrikan farmasi asal China lainnya, yakni Sinopharm dan perusahaan farmasi asal Uni Emirat Arab (UEA), Group42. Koordinasi yang masih dilakukan terkait dengan data sharing atau pembagian data antara Indonesia, dengan China dan UEA. 

"Ini merupakan langkah yang diambil otoritas di sini, yakni BPOM, yang sangat hati-hati memastikan safety, efikasi, dan kualitas vaksin," kata Retno. 

Sebagai informasi, calon vaksin yang dikerjasamakan dengan Sinopharm dan G42 rencananya akan diproduksi oleh Kimia Farma.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement