Senin 28 Sep 2020 06:23 WIB

Uni Eropa Serukan Azerbaijan-Armenia Lakukan Deeskalasi

Minsk Group menengahi perdamaian Armenia-Azerbaijan namun gagal pada 2010

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Bentrokan antara Armenia dan Azerbaijan pada Ahad (27/9) menewaskan militer dan sipil.
Foto: EPA
Bentrokan antara Armenia dan Azerbaijan pada Ahad (27/9) menewaskan militer dan sipil.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menyerukan Azerbaijan dan Armenia melakukan deeskalasi. Pasukan kedua negara diketahui terlibat pertempuran pada Ahad (27/9) pagi.

"Pada 27 September 2020, pertempuran meletus di sepanjang Garis Kontak di zona konflik Nagorno-Karabakh, yang sayangnya menyebabkan korban militer dan sipil. Uni Eropa menyerukan penghentian segera permusuhan, deeskalasi, dan kepatuhan ketat terhadap gencatan senjata," kata Borrell dalam sebuah pernyataan dikutip laman resmi Uni Eropa.

Baca Juga

Dia pun mendorong kedua negara untuk kembali terlibat dalam dialog. "Kembalinya negosiasi penyelesaian konflik Nagorno Karabakh di bawah naungan Ketua Bersama OSCE (Conference on Security and Cooperation in Europe) Minsk Group, tanpa prasyarat, sangat dibutuhkan," ujarnya.

Pasukan Armenia dan Azerbaijan terlibat pertempuran sengit di wilayah yang dipersengketakan di Nagorno-Karabakh pada Ahad. Beberapa warga sipil dilaporkan tewas.

Armenia menuding Azerbaijan menyerang permukiman sipil warganya di Nagorno-Karabakh, termasuk kota utama Stepanakert. Secara internasional, Nagorno-Karabakh diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, tapi dikontrol pasukan Armenia.

Kementerian Pertahanan Armenia mengatakan telah menembak jatuh dua helikopter dan tiga pesawat nirawak (drone) Azerbaijan sebagai respons atas serangan ke Nagorno-Karabakh.

Kementerian Pertahanan Azerbaijan menyebut telah meluncurkan serangan balasan guna menekan aktivitas tempur Armenia dan memastikan keselamatan penduduk. Azerbaijan mengerahkan tank, rudal artileri, penerbangan tempur, dan drone. Ia mengklaim telah menembak jatuh satu helikopter Armenia, tapi awaknya berhasil selamat.

"Ada laporan tentang korban tewas dan terluka di antara warga sipil dan prajurit militer," kata juru bicara kepresidenan Azerbaijan, Hikmet Hajiyev, dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Aljazirah. Menurut seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia seorang wanita dan anak Armenia tewas di Nagorno-Karabakh.

Sengketa klaim atas Nagorno-Karabakh telah berlangsung selama beberapa dekade. Hal itu telah membuat hubungan Azerbaijan dan Armenia selalu dibalut ketegangan.

Pada 1991, tepatnya selama konflik yang pecah ketika Uni Soviet runtuh, etnis Armenia di Nagorno-Karabakh mendeklarasikan kemerdekaan. Mereka merebut Karabakh dari Azerbaijan dalam perang yang menewaskan 30 ribu orang.

Meskipun gencatan senjata disepakati pada 1994, Azerbaijan dan Armenia sering saling menuduh melakukan serangan di sekitar Nagorno-Karabakh dan di sepanjang perbatasan kedua negara yang terpisah. Pembicaraan untuk menyelesaikan sengketa Nagorno-Karabakh sebagian besar terhenti sejak perjanjian gencatan senjata.

Minsk Group, yang mencakup Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat, telah bekerja untuk menengahi perselisihan tersebut. Namun dorongan besar terakhir untuk kesepakatan damai gagal pada tahun 2010.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement