Jumat 25 Sep 2020 00:10 WIB

Balitbanghub-UI Susun Strategi Pulihkan Bisnis Penerbangan

Ada perubahan perilaku pengguna jasa transportasi udara di masa pandemi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Satria K Yudha
Seorang calon penumpang pesawat berada di area pintu keberangkatan Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (16/9/2020). Berdasarkan data PT Angkasa Pura I Bandara Adi Soemarmo, pengguna jasa penerbangan saat pandemi COVID-19 melalui bandara tersebut mulai naik dari bulan Mei sebanyak 17 ribu penumpang naik menjadi 34 ribu penumpang pada bulan Agustus.
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Seorang calon penumpang pesawat berada di area pintu keberangkatan Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (16/9/2020). Berdasarkan data PT Angkasa Pura I Bandara Adi Soemarmo, pengguna jasa penerbangan saat pandemi COVID-19 melalui bandara tersebut mulai naik dari bulan Mei sebanyak 17 ribu penumpang naik menjadi 34 ribu penumpang pada bulan Agustus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekosistem sektor penerbangan saat ini mengalami dampak yang cukup besar akibat pandemi Covid-19. Karena itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub) dan Universitas Indonesia (UI) bekerja sama untuk merumuskan pemulihan bisnis sektor penerbangan dan resiliensi kinerja.

Kepala Balitbanghub Umiyatun Hayati mengatakan, Balitbanghub dan UI telah melakukan berbagai kajian terkait resiliensi kinerja dan strategi pemulihan bisnis transportasi udara pada masa pandemi dan pascapandemi. “Berbagai kajian secara rutin telah dilakukan oleh tim peneliti yang terdiri dari akademisi lintas disiplin. Kali ini mengenai optimalisasi kinerja dan strategi pemulihan bisnis sektor transportasi udara,” ujarnya, kemarin. 

Sektor transportasi udara berperan sebagai industri vital, baik sebagai sumber maupun sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Adanya penurunan permintaan sektor transportasi udara mengakibatkan menurunnya produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 0,18 persen, konsumsi rumah tangga sebesar 0,55 persen, dan pendapatan tenaga kerja sebesar 0,54 persen.

Selain itu, terdapat beberapa sektor lain yang terdampak akibat menurunnya output sektor transportasi udara, di antaranya sektor perhotelan (13,58 persen), manufaktur (-12,36 persen), dan sektor perdagangan/jasa (-6,44 persen).

"Untuk menjaga keberlangsungan industri transportasi udara, maka diperlukan strategi yang tepat agar sektor tersebut tetap dapat beroperasi optimal untuk memenuhi permintaan yang ada dan kembali beroperasi normal pasca pandemi,” jelas Hayati.

Dalam kajian juga ditemukan adanya perubahan perilaku pengguna jasa transportasi udara. Hal ini dikarenakan keinginan masyarakat untuk menjaga keselamatan diri dari ancaman Covid-19.

Oleh karena itu, perlu ada upaya mengembalikan perilaku pengguna jasa transportasi udara dengan mengubah persepsi dan opini publik. Caranya, dengan melakukan komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat, edukasi tekonologi pendukung kesehatan seperti HEPA, dan pemasangan fasilitas sanitasi secara ekstensif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement