Kamis 24 Sep 2020 12:14 WIB

Mentan: Putus Rantai Pasok Panjang yang Rugikan Petani

Pemerintah juga akan memulai mekanisasi pertanian untuk hasil maksimal.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Petani membajak sawah dengan traktor bantuan dari Pemerintah Pusat di kawasan lumbung pangan nasional Food Estate di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (4/9/2020). Pada 2021, pemerintah akan memulai mekanisasi pertanian.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Petani membajak sawah dengan traktor bantuan dari Pemerintah Pusat di kawasan lumbung pangan nasional Food Estate di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (4/9/2020). Pada 2021, pemerintah akan memulai mekanisasi pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo meminta jajarannya untuk meningkatkan konsentrasi dalam membenahi rantai pasok komoditas pertanian yang terlalu panjang. Menurut dia, panjangnya mata rantai itu membuat harga komoditas di tingkat petani tertekan dan konsumen mendapatkan harga yang tinggi.

"Besok, petani akan dapat pasar. Putus mata rantai perdagangan yang terlalu panjang yang selama ini dirasakan petani," kata Syahrul dalam Peringatan Hari Tani Nasional 2020 di Jakarta, Kamis (24/9).

Ia mengatakan, kerap kali usaha kerja keras yang dirasakan petani maupun penyuluh pertanian di lapangan tak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Hal itu salah satunya akibat sistem rantai pasok pangan yang tidak efisien dan membuat bisnis pertanian menjadi terhambat.

"Petani, penyuluh, dan seluruh jajaran Kementan berkeringat di on farm terlalu besar. Tapi, keuntungan lebih banyak didapat mereka yang ada di tahapan perdagangan yang terlalu panjang," katanya menambahkan.

Ia pun meminta jajaran Kementan untuk berani memutus rantai pasok yang membuat harga pangan tidak ekonomis. Kostra Tani yang ada di setiap daerah harus dimanfaatkan untuk membenahi sistem distribusi pangan nasional.

Rantai pasok yang pendek akan membuat petani mendapatkan harga yang lebih tinggi. Namun di sisi hilir, harga yang diterima konsumen pun bisa lebih rendah. Menurut dia, upaya itu tak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah pusat, namun perlu dukungan pemerintah daerah yang memahami kondisi wilayah masing-masing.

"Memperdagangkan kertas jauh lebih banyak untungnya dari pada kita yang berkeringat di lahan pertanian menyiapkan makan. Padahal, urusan pangan tidak boleh ditunda," katanya.

Syahrul pun berjanji, mulai 2021, Kementan akan meningkatkan upaya mekanisasi pertanian. Hal itu untuk mendukung modernisasi sistem budidaya pertanian tradisional dengan pendekatan teknologi alat dan mesin pertanian.

Lewat mekanisasi yang terus digencarkan, Syahrul menuturukan, pemerintah ingin menurunkan loses atau potensi hasil panen yang terbuang agar lebih kecil. Saat ini rata-rata loses produksi komoditas pangan secara umum berkisar 9-13 persen.

Dengan adanya mekanisasi yang ideal, loses dapat diturunkan hingga ke bawah 5 persen sehingga hasil produksi yang diperoleh bisa lebih tinggi. "Lakukan semaksimal mungkin untuk melakukan akselerasi tentu ini butuh pengorbanan yang besar," ujarnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement