Kamis 24 Sep 2020 04:03 WIB

Komjak: Bongkar Politisi-Aparat dalam Kasus Djoko Tjandra

Komjak menilai ada benang merah yang kuat antara politikus dan aparat hukum

Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari menghadiri persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Pinangki didakwa menerima suap USD 500 ribu dari USD 1 juta yang dijanjikan oleh Djoko Tjandra. Pinangki juga diduga melakukan TPPU untuk memenuhi kebutuhan pribadinya seperti pembelian mobil BMW, perawatan kecantikan, dan perawatan home care.
Foto: MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari menghadiri persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020). Pinangki didakwa menerima suap USD 500 ribu dari USD 1 juta yang dijanjikan oleh Djoko Tjandra. Pinangki juga diduga melakukan TPPU untuk memenuhi kebutuhan pribadinya seperti pembelian mobil BMW, perawatan kecantikan, dan perawatan home care.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Komisi Kejaksaan (Komjak) menyatakan kolaborasi penegak hukum, yakni Kejaksaan, Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mampu menjerat oknum politisi dan aparat hukum yang diduga terlibat dalam kasus Djoko Tjandra. Komisi Kejaksaan (Komjak) menekankan pemberantasan praktik mafia hukum yang melibatkan lintas profesi seperti oknum penegak hukum, oknum penasehat hukum, oknum pengusaha dan oknum politisi diharapkan dapat diungkap tuntas melalui kerja sama penegak hukum, baik Polri, Kejaksaan dan KPK.

 

"Publik tidak mempersoalkan koordinasi dan supervisi. Tetapi publik mengharapkan para bandit penjahat ini ditindak," kata Ketua Komjak Barita Simajuntak, Rabu (23/9).

Barita mengatakan, berdasarkan ekspos yang dilakukan Komjak pertama kali, terkuak bahwa Jaksa Pinangki yang tidak berperan sebagai penyidik jaksa dan tidak memiliki kewenangan eksekusi justru menjadi salah satu sosok sentral kasus ini.

"Kemudian muncul oknum penasehat hukum Anita Kolopaking serta Andi Irfan Jaya, pengusaha sekaligus mantan politisi. Ini sudah kelihatan benang merahnya bahwa diduga ada mafia sindikat atau industri hukum yang bermain di sini," ujar Barita.

Untuk itu, menurut Barita, penegak hukum harus mendalami seluruh pihak yang terlibat termasuk informasi dugaan adanya politisi yang menjadi bagian dalam kasus ini sebagai penegakan asas equality before the law dan due process of the law. Komisi Kejaksaan meyakini penyidikan kasus itu belum selesai karena masih dapat didalami dari keterangan Djoko dan Andi Irfan yang juga dijerat pasal pemufakatan jahat.

Di kesempatan lain, peneliti ICW Kurnia Ramadhana meragukan kelengkapan berkas Kejaksaan Agung ketika melimpahkan perkara yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Setidaknya, kata dia, hal yang terlihat hilang dalam penanganan perkara tersebut. 

"Pertama, Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan, apa yang disampaikan atau dilakukan oleh  Pinangki Sirna Malasari ketika bertemu dengan Djoko S Tjandra, sehingga membuat buronan kasus korupsi itu dapat percaya terhadap Jaksa tersebut," kata Kurnia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement