Rabu 23 Sep 2020 12:43 WIB

Wapres: Sumber Daya Bisa Habis, Tapi Inovasi tak Terbatas

Wapres mendorong lembaga pendidikan berinovasi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Wapres: Sumber Daya Bisa Habis, Tapi Inovasi tak Terbatas. Foto: Wakil Presiden Maruf Amin
Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA
Wapres: Sumber Daya Bisa Habis, Tapi Inovasi tak Terbatas. Foto: Wakil Presiden Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong lembaga pendidikan tinggi menjadikan inovasi sebagai basis utama. Sebab, inovasi kata Ma'ruf jauh lebih bernilai dibandingkan dengan sumber daya alam lain yang ada.

Apalagi saat ini, inovasi juga menjadi kunci keberhasilan memenangkan persaingan global saat ini. "Sumber daya dapat habis, tetapi inovasi tidak terbatas," ujar Ma'ruf saat menghadiri perayaan Dies Natalis Universitas Lampung (UNILA) yang ke-55 melalui daring, Rabu (23/).

Baca Juga

Ma'ruf mencontohkan peran inovasi berpengaruh pada perkembangan perusahaan teknologi Apple di Amerika Serikat yang berhasil mencapai valuasi 2 Triliun Dollar AS pada bulan Agustus 2020.

Dengan nilai valuasi itu, Apple melampaui nilai besaran Produk Domestik Bruto negara-negara seperti Kanada, Brazil, Korea Selatan, Spanyol, Australia, Meksiko, Indonesia, Belanda, Arab Saudi, Turki, Swiss, Taiwan, Uni Emirat Arab, Norwegia, dan banyak negara lainnya.

Ia mengatakan, sebelumnya sudah lebih dahulu perusahaan minyak dan gas Saudi Arabia Aramco juga pernah memiliki valuasi 2 Triliun Dollar AS pada akhir tahun 2019. Namun yang membedakan, Apple mencapai valuasi tersebut dengan memanfaatkan inovasi sebagai sumber daya terbesar, sementara Aramco dari cadangan minyak.

Namun dengan harga minyak yang saat ini mengalami penurunan, nilai Aramco juga menurun drastis. Sementara Apple justru bertumbuh pesat sekalipun dunia mengalami krisis parah akibat pandemi Covid-19.

"Itu contoh betapa tingginya nilai inovasi, contoh di atas seyogyanya menjadi dorongan bagi kita, bangsa Indonesia, terutama lembaga pendidikan tinggi untuk menjadikan inovasi sebagai basis utama," ungkap Ma'ruf.

Ia juga meyakini tanpa inovasi, dunia tidak akan menjadi seperti saat ini. Dalam konteks negara misalnya, hubungan antara tingkat pendapatan sebuah negara yang diukur oleh PDB per kapita, juga berhubungan positif dengan kinerja inovasi.

Ia mengatakan dalam laporan Global Innovation Index (GII) 2020 negara-negara dengan skor inovasi yang tinggi juga cenderung memiliki PDB per kapita lebih tinggi. Karena itu, ia berharap Indonesia memacu inovasi lebih jauh lagi untuk mengejar ketertinggalan yang kini ada di posisi 85 dari 131 negara di dunia.

Sebab di ASEAN, posisi Indonesia kedua terendah di atas Kamboja, sementara Singapura (peringkat ke-8) dan Malaysia (peringkat ke-35) dimana  ekonominya berbanding lurus dengan budaya inovasinya.

Padahal, jika dilihat, Indonesia mempunyai alokasi anggaran lebih besar dalam bidang riset dan pengembangan dibandingkan Vietnam. Tetapi jumlah sumber daya peneliti Indonesia hanya 89 orang per 1 juta penduduk, sedangkan Vietnam memiliki jumlah peneliti 673 per 1 juta penduduk.

Disamping itu, alokasi anggaran riset dan pengembangan Indonesia terbesar berasal dari pemerintah 40 persen dan sisanya dari swasta.

"Sedangkan alokasi anggaran riset dan pengembangan Vietnam terbesar berasal dari sektor industri 52 persen dan sisanya dari pemerintah," ungkapnya.

Karena itu, kondisi ini harus menjadi perhatian semua pihak, termasuk lembaga pendidikan tinggi. Sebab, lembaga pendidikan tinggi bertugas mencetak peneliti, kreator dan inovator dalam berbagai bidang.

Dalam kesempatan itu,  Ma'ruf juga berharap dies natalis perguruan tinggi, bukan hanya sekedar selebrasi rutin tahunan saja. Tetapi dimaknai sebagai upaya untuk melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dicapai, apa yang belum tercapai, serta apa yang ingin dituju.

"Saya mengharapkan agar UNILA dapat terus tumbuh menjadi perguruan tinggi yang besar, berkualitas dan mandiri," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement