Selasa 22 Sep 2020 23:13 WIB

Sudahkah Kita Berbekal Ilmu Saat Amar Makruf dan 'Berjihad'?

Amar makruf dan berjihad di jalan Allah SWT membutuhkan ilmu dan adab.

I makruf dan berjihad di jalan Allah SWT membutuhkan ilmu dan adab. Ilustrasi sedekah.
Foto: Pixabay
I makruf dan berjihad di jalan Allah SWT membutuhkan ilmu dan adab. Ilustrasi sedekah.

REPUBLIKA.CO.ID, Amar makruf, berdakwah ke objek dakwah, hingga melaksanakan jihad di jalan Allah SWT harus dilandasi dengan ilmu dan adab.

Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, menjelaskan di antara adab itu adalah hendaknya jihad berperang tidak dilandasi kemarahan angkara murka. Hal ini pernah ditanyakan sahabat Nabi Muhammad SAW:  

Baca Juga

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ، ﻗﺎﻝ: ﺟﺎء ﺭﺟﻞ ﺇﻟﻰ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﻣﺎ اﻟﻘﺘﺎﻝ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ؟ ﻓﺈﻥ ﺃﺣﺪﻧﺎ ﻳﻘﺎﺗﻞ ﻏﻀﺒﺎ، ﻭﻳﻘﺎﺗﻞ ﺣﻤﻴﺔ

Abu Musa berkata bahwa ada seseorang datang kepada Nabi SAW dan bertanya: "Wahai Rasulullah, apa perang di jalan Allah? Sebab ada diantara kami yang berperang karena marah dan ingin melindungi keluarga"

ﻓﻘﺎﻝ: «ﻣﻦ ﻗﺎﺗﻞ ﻟﺘﻜﻮﻥ ﻛﻠﻤﺔ اﻟﻠﻪ ﻫﻲ اﻟﻌﻠﻴﺎ، ﻓﻬﻮ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ»

Nabi menjawab: "Orang yang perang untuk menjadikan agama Allah yang paling tinggi, maka dialah yang berada di jalan Allah." (HR Bukhari)

“Ada lagi ajakan mati di jalan Allah. Tapi maaf, jika masih motifnya sama seperti di atas maka ada hadits yang dapat mengagetkan kita,” ujar Kiai Ma’ruf. Dia pun mengutip hadits Rasulullah SAW berikut:

ﺃﻭﻝ اﻟﻨﺎﺱ ﻳﻘﻀﻰ ﻳﻮﻡ اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻋﻠﻴﻪ ﺭﺟﻞ اﺳﺘﺸﻬﺪ، ﻓﺄﺗﻲ ﺑﻪ ﻓﻌﺮﻓﻪ ﻧﻌﻤﻪ ﻓﻌﺮﻓﻬﺎ، ﻗﺎﻝ: ﻓﻤﺎ ﻋﻤﻠﺖ ﻓﻴﻬﺎ؟ 

"Orang yang pertama kali diadili di hari kiamat adalah orang yang berusaha mati syahid. Dia didatangkan dan diberi tahu jejaknya dan dia mengetahuinya. Allah bertanya: "Apa yang telah kau perbuat untuk itu?".

ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﺗﻠﺖ ﻓﻴﻚ ﺣﺘﻰ اﺳﺘﺸﻬﺪﺕ، ﻗﺎﻝ: ﻛﺬﺑﺖ، ﻭﻟﻜﻨﻚ ﻗﺎﺗﻠﺖ ﻷﻥ ﻳﻘﺎﻝ: ﺟﺮﻱء

Orang itu menjawab: "Aku berperang di jalanMu hingga aku mati syahid". Allah berfirman: "Bohong kamu! Kau berperang cuma ingin dikatakan pemberani." (HR Muslim).

Dia mengingatkan dari hadis Qudsi di atas perlu berhati-hati dalam menata niat. “Boleh jadi niatan kita perang di jalan Allah tetapi Allah menilai salah. Hanya Allah yang Mahatahu,” ujar dia. 

“Saya ini meniru Sahabat Umar yang pemberani! Ya betul. Tapi beraninya beliau bukan cuma gertakan saja. Tapi berani mengeluarkan harta juga. Dan itu juga jihad,” kata Kiai Ma’ruf menambahkan. Dia menukilkan riwayat berikut: 

قال ﻋﻤﺮ ﺑﻦ اﻟﺨﻄﺎﺏ: ﺃﻣﺮﻧﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻧﺘﺼﺪﻕ ﻓﻮاﻓﻖ ﺫﻟﻚ ﻋﻨﺪﻱ ﻣﺎﻻ، ﻗﺎﻝ: ﻓﺠﺌﺖ ﺑﻧﺼﻒ ﻣﺎﻟﻲ، ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ: ﻭﺳﻠﻢ: «ﻣﺎ ﺃﺑﻘﻴﺖ ﻷﻫﻠﻚ؟» ﻗﻠﺖ: ﻣﺜﻠﻪ

Umar berkata, “Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk bersedekah, kebetulan saya punya harta. Saya bawa kepada Nabi separuh harta saya. Nabi SAW bertanya: "Berapa yang kau sisakan untuk keluargamu?" Umar menjawab: "Sama seperti ini?" (HR Tirmidzi).

“Sudah pernah kita berjihad dengan 50 persen harta kita seperti Sayyidina Umar? Jangan sampai cuma berani slogan mati, tapi takut jadi miskin,” kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement